Senin, 27 Juli 2015

Diskusi tentang Syi’ah dengan Sayid Baqir al Shadr




Oleh Dr. Muhammad Tijani as Samawi (ulama dan penulis Tunisia)

Bersama Abu Syubbar aku pergi ke rumah Sayed Muhammad Baqir as-Sadr. Dalam perjalanan, Abu Syubbar memperlakukanku dengan sangat mesra dan bercerita ringkas tentang beberapa ulama yang masyhur dan tentang taklid dan sebagainya. Setibanya kami di rumah Sayed Muhammad Baqir as-Sadr, kudapati rumahnya penuh sesak dengan para Thalabah (pelajar Hauzah) yang kebanyakannya para pemuda yang memakai sorban. Sayed berdiri menyambut kedatangan kami. Setelah diperkenalkan, beliau menyambutku begitu mesra dan menempatkanku di sisinya. Beliau bertanya tentang Tunisia dan aljazair dan beberapa ulama yang terkenal seperti al-Khidhir Husain, Thahir bin A'syur dan lain sebagainya. Aku merasa gembira sekali dengan obrolannya.

Sayed Baqir Sadr walau memiliki wibawa yang sangat agung di sisi pengikut-pengikutnya, namun kudapati diriku tidak begitu kaku dengannya seakan telah kukenal beliau sejak lama sebelum pertemuan itu.

Banyak ilmu yang sempat kutimba dari pertemuan kami pada waktu itu. Kudengar berbagai pertanyaan diajukan kepada Sayed, lalu kemudian dijawabnya dengan bijak. Waktu itu aku betul-betul menyaksikan betapa tingginya nilai mentaklid para ulama yang masih hidup. Karena mereka akan segera menjawab setiap persoalan yang diajukan kepada mereka dengan sejelas-jelasnya. Sejak saat itu, aku mulai yakin bahwa Syi'ah adalah kaum muslimin yang menyembah Allah SWT dan beriman kepada Risalah Nabi kita Muhammad SAW. Sebelumnya aku masih ragu, dan setan juga menaburkan rasa was-was bahwa segala apa yang kusaksikan adalah suatu sandiwara semata-mata. Dan mungkin inilah yang dikatakan oleh mereka sebagai Taqiyah, yakni menampakkan sesuatu yang tidak mereka percayai. Tetapi sikap demikian akhirnya segera lenyap dari benakku. Karena -pikirku- tidak mungkin setiap orang yang kulihat dan kusaksikan dengan bilangan yang mencapai ratusan semuanya akan bersandiwara. Untuk apa mereka lakukan itu padaku? Dan siapa aku? Apa yang mereka harus khawatirkan dariku sehingga mau bertaqiyah dihadapanku? Bukankah di sini ada kitab-kitab mereka cetakan lama dan baru. Semua mengesakan Allah dan memuji-muji Rasul-Nya Muhammad SAW. seperti yang kubaca dalam berbagai mukaddimahnya. Kini aku tengah berada dirumah Sayed Muhammad Baqir as-Sadr, seorang Marja' (mujtahid yang diikuti fatwanya) Syi'ah yang sangat terkenal di Irak dan di luar Irak. Dan setiap kali nama Muhammad disebut, maka semua akan mengangkat suara agak keras membaca salawat: Allahumma Shalli A'la Muhammad Wa Aali Muhammad.

Waktu shalat tiba. Kami pergi ke masjid yang terletak di samping rumah. Kami shalat Dzuhur dan Asar yang diimami sendiri oleh Sayed Muhammad Baqir Sadr. Ketika itu terasa dalam diriku seakan aku tengah hidup di sekitar para sahabat yang mulia. Di antara dua shalat diselingi bacaan doa dengan suara yang sangat memilukan hati. Sungguh terharunya aku dan terkesan sangat dalam. Usai baca doa, secara serentak para jama'ah membaca salawat beramai-ramai: Allahumma Shalli A'la Muhammad Wa Aali Muhammad. Isi doa semuanya berupa pujian pada Allah SWT, Muhammad serta keluarganya yang suci dan baik. Sayed Sadr tetap duduk di mihrabnya seusai shalat. Sebagian orang datang menyalaminya lalu mengajukan berbagai pertanyaan secara perlahan atau kadang-kala dengan suara yang agak keras. Dan Sayed juga menjawab setiap pertanyaan dengan perlahan apabila pertanyaannya memang demikian. Dari sana kupahami bahwa pertanyaan tersebut adalah yang berkaitan dengan masalah-masalah pribadi. Apabila jawaban yang diharapkan telah diperoleh, maka sipenanya akan mencium tangannya kemudian pergi. Berbahagialah mereka dengan orang alim yang mulia ini yang ikut membantu menyelesaikan segala permasalahan mereka dan ikut serta dalam suka dan duka mereka.

Sambutan Sayed yang demikian hangat serta perhatiannya yang begitu tinggi membuatku seakan berada di tengah keluargaku sendiri. Kurasa seandainya aku berada bersamanya selama satu bulan saja, niscaya aku akan menjadi Syi'ah karena melihat akhlaknya yang sangat tinggi, sikap tawadhu'-nya dan kemurahan hatinya. Setiap kali mataku terpandang pada matanya kulihat beliau tersenyum dan memulai menyapaku. Beliau juga menanyakan keadaanku yang mungkin perlu bantuan dan sebagainya. Alhasil, sambutannya padaku sangat mesra sekali.

Selama empat hari aku jadi tamunya. Dan selama itu pula aku tidak berpisah dengannya kecuali saat tidur saja, kendati pun yang datang berziarah atau ulama-ulama yang berkunjung padanya cukup banyak. Aku juga berjumpa dengan orang-orang Saudi di sana. Aku tidak pernah tahu bahwa orang-orang Syi'ah juga ada di Hijaz. Demikian juga ulama-ulama dari Bahrain, Qatar, Emirat Arab, Lebanon, Syria, Iran, Afghanistan, Turki dan Afrika. Sayed berbicara dengan mereka dan membantu hajat-hajat mereka. Semua yang keluar dari rumahnya menampakkan kegembiraan hati. Aku tidak akan pernah lupa pada suatu peristiwa yang kusaksikan di hadapan mataku sendiri dimana Sayed dapat menyelesaikannya sebuah persoalan yang berat dengan begitu bijak. Kukatakan demikian karena ia menyirat suatu pelajaran yang sangat penting agar kaum muslimin tahu betapa ruginya mereka lantaran meninggalkan hukum-hukum Allah.

Ada empat orang datang menghadap Sayed Muhammad Baqir Sadr. Aku menduga bahwa mereka adalah penduduk Iraq sendiri, karena logat bahasanya kupahami demikian. Seorang dari mereka telah memperoleh waris sebuah rumah dari datuknya yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Kemudian rumah tersebut dijualnya kepada orang kedua yang juga hadir di sana. Setahun setelah penjualan, datanglah dua orang yang mengaku sebagai pewaris syar'i (sah) dari si mayit. Keempat-empat mereka duduk di hadapan Sayed, dan masing-masing mengeluarkan berbagai kertas dan surat bukti. Setelah Sayed membaca surat-surat tersebut dan berbicara sejenak dengan mereka, kemudian dia keluarkan fatwanya seadil-adilnya: si pembeli tetap mempunyai hak atas rumah yang dibelinya; dan si penjual juga harus memberikan hak waris bagian dua saudara tadi dari hasil jualannya. Usai Sayed memberi fatwa empat orang ini kemudian berdiri lalu mencium tangan Sayed dan mereka saling berpelukan tanda damai dan setuju.

Aku sangat terkejut dan seperti tidak percaya. Kutanyakan kepada Abu Syubbar apakah kasusnya telah selesai. Ya, jawabnya. Setiap mereka telah mendapatkan haknya masingmasing. Subhanallah. Semudah ini dan dalam waktu yang sesingkat ini; hanya beberapa saat saja permasalahan itu dapat diselesaikan! Kasus seperti ini apabila terjadi di negeri kami, paling tidak ia akan memakan waktu sepuluh tahun sampai kadang-kadang sebagian dari mereka telah mati lalu kemudian diteruskan oleh anak-anaknya. Tambah lagi mereka harus bayar biaya pengadilan, pengacara dan lain sebagainya yang kebanyakannya tidak kurang dari nilai rumah itu sendiri. Mula-mula pengadilan umum, kemudian negeri lalu mahkamah agung sampai akhirnya semua kecewa setelah melalui serangkaian kekusutan serta biaya yang mahal dan menyogok sana-sini yang tidak sedikit. Disamping sikap permusuhan dan kebencian yang timbul antar keluarga akibat dari semua itu.

"Hal seperti itu juga ada di sini; bahkan lebih dari itu." Kata Abu Syubbar menjawab.

"Maksud Anda?" Tanyaku. "Jika orang mengangkat permasalahan mereka dan mengajukannya kepada pengadilan negeri maka hasilnya seperti yang Anda ceritakan tadi. Namun jika mereka mentaklid seorang Marja' agama dan terikat dengan hukum-hukum Islam maka mereka tidak akan mengangkat permasalahan mereka kecuali kepadanya saja. Dan si Marja' pada gilirannya akan menyelesaikan masalah mereka dalam waktu yang sangat singkat seperti yang Anda saksikan. Apakah ada Hakim yang lebih baik selain daripada Allah bagi orang-orang yang berakal? Sayed Sadr juga tidak memungut sebarang biaya dari mereka. Apabila mereka pergi ke instansi pemerintah yang berkaitan niscaya mereka akan menderita kerugian yang tidak sedikit."

"Subhanallah. Aku masih tidak percaya apa yang kulihat. Kalaulah mata ini tidak menyaksikannya sendiri mana mungkin aku akan percaya pada kejadian ini."

"Begitulah wahai saudaraku. Kasus ini masih ringan dibandingkan dengan kasus-kasus yang lain yang lebih rumit dan menyangkut nyawa. Tapi para marja' ini dapat menyelesaikannya dalam waktu yang relatif singkat."

"Jadi di Irak ini ada dua pemerintahan, pemerintahan negara dan pemerintahan ulama, begitu?" Tanyaku takjub.

"Tidak. Di sini ada pemerintahan negara saja. Namun kaum muslimin dari mazhab Syi'ah yang bertaklid pada marja' mereka tidak memiliki sebarang hubungan dengan pemerintahan. Karena ia adalah pemerintahan Ba'ath bukan pemerintahan Islam. Mereka patuh pada hukum-hukum sipil, pajak, dan hal-hal pribadi lainnya. Seandainya terjadi suatu kasus antara seorang muslim yang shaleh dengan seorang muslim lain yang tidak shaleh, maka pasti ia akan terpaksa mengangkatnya kepada pengadilan negeri. Karena orang kedua ini tidak setuju dengan ketentuan hukum para ulama. Namun jika yang berselisih adalah sesama orang-orang mukmin, maka mereka akan mengembalikannya kepada para marja'. Apa saja yang dihukumkan oleh marja' tersebut akan diterima oleh semua tanpa ada sebarang keberatan. Itulah kenapa kasus-kasus tertentu dapat diselesaikan oleh para marja' dalam waktu satu hari, sementara pengadilan negeri mungkin berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun." Peristiwa itu menggetarkan jiwaku hingga kemudian kurasakan suatu kesadaran untuk rela atas segala hukum Allah SWT. Dari situ aku memahami makna firman Allah yang bermaksud: "Barang siapa yang tidak menghukumkan dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah orang-orang kafir. Barang siapa yang tidak menghukumkan dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan barang siapa yang tidak menghukumkan dengan apa yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah orangorang fasik" (QS. Al-Maidah: 44,45,47)

Jiwaku juga memberontak dan memprotes orang-orang zalim yang telah mengubah hukum-hukum Allah SWT yang adil kepada hukum buatan manusia yang zalim. Bahkan mereka mengejek hukum-hukum Allah dengan cara yang keji. Mereka katakan bahwa hukum Allah adalah barbarism dan kejam karena menegakkan hukum hudud yang memotong tangan pencuri dan merajam pezina serta membunuh si pembunuh. Dari mana datangnya teori-teori yang asing seperti ini? Sudah pasti ia datang dari barat dan dari musuh-musuh Islam yang melihat bahwa pelaksanaan hukum-hukum seperti itu berarti tamatnya kekuasaan mereka secara total. Hal ini tiada lain karena mereka sendiri adalah para pencuri, pengkhianat, pezina dan pembunuh. Apabila hukum-hukum Allah dilaksanakan terhadap mereka maka kita sudah aman dari mereka.

Pada hari-hari yang penuh kenangan itu terjadi serangkaian diskusi antara aku dan Sayed Sadr. Kuajukan padanya berbagai pertanyaan, besar atau kecil dari kesimpulan yang kubuat setelah berbagai diskusi dengan teman-teman, baik yang berkaitan dengan akidah, sahabat (semoga Allah meridhai mereka) atau kepercayaan mereka akan imam dua belas, Ali dan anak-anaknya dan lain sebagainya yang tidak sama dengan akidah kami.

Kutanyakan kepada Sayed Sadr tentang Imam Ali, kenapa namanya diucapkan dalam azan dengan sebutan Waliullah. Beliau menjawab: "Amir al-Mukminin Ali as. adalah di antara hamba Allah yang dipilih oleh-Nya untuk meneruskan tanggung-jawab mengemban Risalah setelah para nabiNya. Mereka adalah para wasi Nabi. Setiap nabi memiliki wasi, dan wasi Nabi Muhammad SAW adalah Ali bin Abi Thalib. Kami mengutamakannya atas semua sahabat karena Allah dan Rasul-Nya mengutamakan-Nya. Dan kami mempunyai dalil aqli dan naqli, AlQuran dan Sunnah dalam hal ini. Dalil-dalil ini tidak dapat diragukan kebenarannya, lantaran bersifat mutawatir dan sahih dalam jalur sanad kami, dan hatta dalam jalur sanad Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Para ulama kami telah menulis berbagai buku tentang hal ini. Ketika pemerintahan Bani Umayyah coba menghapuskan kebenaran ini dan memerangi Amir al-Mukminin Ali dan anak-anaknya serta membunuh mereka bahkan mencaci dan melaknatnya di atas mimbar-mimbar kaum muslimin serta memaksa mereka untuk berbuat serupa, melihat ini maka Syi'ah Ali dan para pengikutnya, semoga Allah meridhai mereka, tetap mengikrarkan bahwa beliau adalah Waliyullah, karena seorang muslim yang sejati dilarang mencaci Waliyullah. Hal ini dilakukan sebagai bantahan mereka terhadap penguasa yang zalim saat itu hingga kemuliaan yang sebenarnya dapat dikembalikan kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukminin saja; dan biarlah ia wujud sebagai bukti sejarah kepada segenap kaum muslimin yang datang berikutnya, agar mereka tahu tentang kebenaran Ali dan kebatilan musuh-musuhnya."

"Para fuqaha (ahli fiqih) kami mengatakan bahwa syahadat kepada wilayah Ali di saat azan adalah sunnat semata-mata, dan dengan niat bahwa ia bukan bagian dari azan atau iqamah. Apabila seorang muazin menganggap bahwa itu adalah bagian dari azan dan iqamah maka azannya dianggap tidak sah. Dan hal-hal sunnat dalam ibadah dan mu'amalat banyak sekali jumlahnya. Seorang muslim akan diberi ganjaran jika melakukannya dan tidak akan berdosa apabila meninggalkannya. Sebagai contoh, dalam suatu hadis disebutkan bahwa usai mengucapkan syahadat kepada Allah dan Muhammad dalam azan, disunatkan juga bersyahadat (bersaksi) bahwa surga itu adalah benar; neraka itu adalah benar; dan Allah akan membangkitkan manusia dari kuburnya."

Kukatakan bahwa para ulama kami mengajarkan bahwa Sayyidina Abubakar as-Shiddiq adalah khalifah yang paling utama, kemudian Sayyidina Umar al-Faruq, Sayyidina Utsman baru kemudian Sayyidina Ali, semoga Allah meridhai mereka semua.

Sayed diam sejenak. Kemudian berkata: "Mereka boleh berkata apa saja tetapi jauh sekali untuk bisa membuktikannya secara valid. Di samping ia bertentangan dengan apa yang tertulis dalam kitab-kitab mereka yang sahih dan muktabar. Di sana tertulis bahwa manusia yang paling utama adalah Abubakar, kemudian Utsman. Tidak ada kata-kata Ali sama sekali. Justru Ali dijadikan sebagai manusia awam semata-mata. Namun para ahli sejarah juga menyebutnya lantaran menyebut-nyebut para khulafa' rasyidin saja."

Aku tanyakan juga tentang tanah yang digunakan untuk sujud, atau yang biasa disebut dengan Turbah Husainiyah. Beliau menjawab: "Pertama-tama wajib diketahui bahwa kami bukan sujud kepada tanah, seperti yang disangka oleh mereka yang benci pada Syi'ah, tapi kami sujud di atas tanah. Sujud hanya untuk Allah semata-mata. Apa yang terbukti secara dalil bagi kami dan juga di sisi Ahlu Sunnah bahwa yang utama adalah sujud di atas tanah atau di atas sesuatu yang tumbuh dari tanah, tapi bukan sejenis dari bahan makanan. Selain dari itu tidak sah sujud di atasnya. Dahulunya Rasulullah SAW. duduk di atas tanah dan menjadikan sebongkah tanah sebagai tempat sujudnya. Beliau juga mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya demikian juga sehingga mereka sujud di atasnya, dan di atas batu-batu kecil. Baginda melarang mereka sujud di atas ujung bajunya. Hal ini diketahui sangat lumrah sekali di sisi kami."

"Imam Zainal Abidin dan Sayyid as-Sajidin Ali bin Husain a.s. mengambil tanah dari kuburan ayahnya Abu Abdillah al-Husain as-Syahid sebagai turbahnya. Ini karena tanahnya bersih dan suci dan telah disiram oleh darah Sayyidis-syuhada' (penghulu para syahid). Dan para syi'ahnya meneruskan kebiasaan ini sehingga ke hari ini. Kami tidak mengatakan bahwa sujud di atas selainnya bermakna tidak sah. Sujud akan sah di atas sebarang tanah atau sebarang batu yang suci, sebagaimana ia juga akan sah sujud di atas tikar atau tempat ambal yang dibuat dari pelepah kurma dan sejenisnya."

Kutanyakan lagi tentang peringatan Sayyidina Husain a.s, kenapa Syi'ah menangis dan memukul-mukul dada sehingga berdarah? Bukankah ini haram di dalam Islam. Nabi juga telah bersabda: "Bukan dari golongan kami mereka yang memukul-mukul pipi dan mengoyak-ngoyak baju serta melakukan seperti perbuatan Jahiliah."

Sayed menjawab : "Hadis itu memang sahih, tapi ia tidak dapat diterapkan untuk peringatan Abu Abdillah al-Husain. Mereka yang menyeru pada perjuangan Husain dan mengikut jejaknya, perbuatan ini bukan sejenis perbuatan Jahiliah. Lalu di dalam mazhab Syi'ah ada manusia yang beragam, ada yang alim dan ada juga yang jahil. Kesemua mereka mempunyai rasa emosi. Jika di dalam mengingat kesyahidan Husain dan apa yang terjadi kepada keluarganya serta para sahabatnya, -yang dibunuh atau yang ditawan- lalu perasaan emosinya menguasai mereka, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Tuhannya. Karena niat mereka adalah fi sabilillah semata-mata. Dan Allah memberikan ganjaran kepada hambahamba- Nya sekadar niatnya masing-masing. Seminggu yang lalu saya membaca suatu kenyataan resmi dari pemerintahan Mesir sempena kematian Jamal Abdul Nasir. Dikatakan bahwa mereka telah mencatat delapan kasus bunuh diri karena mendengar kematian Jamal Abdul Nasir. Ada yang menerjunkan diri dari atas bangunan yang bertingkat; ada yang menerjunkan diri ke bawah rel keretapi dan sebagainya. Adapun mereka yang terluka jumlahnya cukup banyak. Ini saya sebutkan sebagai contoh bagaimana emosi manusia kadang-kadang bisa menguasai manusia itu sendiri. Jika manusia muslim sampai membunuh diri lantaran kematian Jamal Abdul Nasir, padahal dia mati secara wajar, maka tidak ada hak bagi kita untuk menghukumi bahwa Ahlu Sunnah adalah salah. Dan tidak ada hak bagi Ahlu Sunnah juga menghukumi saudara-saudara mereka dari Syi'ah salah lantaran menangisi Sayyid as-Syuhada' al-Husain. Mereka meratapi penderitaan Husain sampai sekarang. Rasulullah sendiri pernah menangis untuk Husain, dan Jibril juga menangis karena tangisnya Rasulullah."

"Kenapa Syi'ah menghiasi kuburan wali-wali mereka dengan emas dan perak sementara ia haram di dalam Islam?" Tanyaku lagi.

"Ini tidak hanya ada di dalam Syi'ah dan juga tidak haram. Lihatlah masjid-masjid saudara kami dari golongan Ahli Sunnah, di Iraq, Mesir, Turki atau negara-negara Islam yang lain. Rata-rata dihiasi dengan emas dan perak. Begitu juga dengan masjid Rasulullah SAW. di Madinah al-Munawwarah dan Baitullah al-Haram di Mekah yang setiap tahun dipakaikan dengan perhiasan emas yang baru dengan perbelanjaan berjuta-juta. Ini tidak hanya ada pada mazhab Syi'ah saja."

"Ulama-ulama Saudi berkata bahwa mengusap tangan diatas kubur, minta doa dari orangorang yang shalih serta mengambil berkat dari mereka semua itu adalah syirik kepada Allah. Bagaimana pendapat Anda dalam hal ini?"

"Jika mengusap tangan di atas kubur dan menyebut nama-nama penghuninya dengan niat bahwa mereka memberi manfaat atau mendatangkan madharaat (kerugian), maka tak ragu-ragu lagi ia adalah syirik. Orang-orang muslim adalah orang yang muwahhid (bertauhid) dan mengetahui bahwa Allah sajalah yang memberi manfaat atau madharrat. Mereka menyeru para wali dan imam a.s. semata-mata sebagai wasilah atau perantara mereka kepada Allah SWT. Ini tidak syirik. Kaum muslimin, Sunnah dan Syi'ah, sepakat dalam hal ini sejak zaman Rasul sehingga sekarang. Melainkan Wahhabiah atau ulama-ulama Saudi seperti yang Anda sebutkan. Mereka telah melanggar ijma' kaum muslimin dengan mazhab mereka yang baru muncul di abad ini. Mereka telah memfitnah kaum muslimin dengan akidah mereka ini, mengkafirkan mereka dan bahkan menghalalkan darah mereka. Para jemaah haji Baitullah al-Haram dipukul lantaran mereka berkata: Assalamu Alaika Ya Rasulullah. Dan tidak diperkenankan siapapun untuk menyentuh kuburan suci Nabi Muhammad SAWW. Mereka telah berdiskusi dengan ulama kami beberapa kali, tapi mereka tetap sombong untuk menerima kebenaran."

"Sayed Syarafuddin, seorang di antara ulama Syi'ah ketika pergi haji ke Baitullah al-Haram di zaman raja Abdul Aziz Al Saud, adalah di antara ulama ke istana raja untuk merayakan Hari Raya Aidul Adha bersama raja. Ketika tiba gilirannya untuk bersalaman dengan raja, dihadiahkannya kepada raja sebuah mushaf Al Quran yang bercover kulit binatang. Raja menerima hadiah mushaf tersebut lalu diciumnya dan diletakkannya di atas dahi sebagai tanda penghormatan dan pentakziman. Sayed Syarafuddin kemudian berkata ketika itu: "Wahai Raja, kenapa Anda mencium kulit dan mengagungkannya. Bukankah ia hanya berupa kulit kambing, tidak lebih?" "Yang kumaksudkan adalah pentakziman kepada Al Quran al- Karim yang ada di dalamnya, bukan kepada kulit ini." jawab Raja. Sayed Syarafuddin berkata: "Anda bijak hai Raja. Begitulah juga ketika kami mencium pintu-pintu kuburan Nabi atau dinding-dindingnya. Kami tahu bahwa itu semua adalah besi yang tidak memberi sembarang manfaat atau mudharrat. Kami bermaksud mencium orang yang ada di balik besi dan kayu- kayu itu. Kami bermaksud mentakzim-kan Rasulullah SAW, sebagaimana Anda bermaksud mentakzimkan Al Quran dengan mencium kulit kambing yang membungkus Al Quran ini." "Para hadirin mengucapkan takbir sebagai tanda kagum atas Sayed ini. Mereka berkata: Anda benar, Anda benar. Akhirnya raja terpaksa mengizinkan para jemaah haji untuk melakukan tabarruk (mengambil berkat) dari peninggalan-peningalan Nabi SAW. sehinggalah datang raja berikutnya. Kemudian ia dilarang kembali."

"Perkara yang sebenarnya bukan karena mereka takut kaum muslimin akan syirik kepada Allah. Tetapi disana ada motivasi politik untuk menguasai kaum muslimin dan memperkuat kerajaan mereka. Sejarah adalah sebaik-baik bukti atas apa yang mereka lakukan terhadap ummat Muhammad SAW "

Aku tanya juga tentang tarikat-tarikat Sufi. Jawabnya singkat, "Ada yang positif dan ada juga yang negatif. Yang positif seperti membina diri dan mendidiknya untuk sederhana di dalam hidup dan bersikap zuhud atas kenikmatan-kenikmatan dunia serta melatih diri untuk berangkat tinggi ke alam ruh yang suci. Sementara yang negatif seperti menyendiri dan lari dari realitas kehidupan, terbatas hanya berzikir kepada Allah secara lafzi dan sebagainya. Islam seperti yang diketahui mengabsahkan yang positif dan membuang jauh-jauh yang negatif. Kita layak mengatakan bahwa semua prinsip Islam adalah positif."

Minggu, 19 Juli 2015

Ketika Indonesia Digadaikan Ke Amerika oleh Segelintir Elit Indonesia






Inilah tulisan dari Islam Times yang berusaha mengulas sekaitan kawat diplomat Amerika Serikat yang jatuh ke tangan pengelola website WikiLeaks. Bahannya merujuk pada 3.000 lebih telegram yang bersumber dari Kedutaan Amerika di Jakarta – muncul tanpa sensor pertama kali di WikiLeaks pada awal September dan hingga kini, secara misterius, tak tersentuh oleh hampir semua media di Jakarta. Inilah kisah yang tak ingin didengar kalangan diplomat Amerika dan semua informan mereka. Sebuah cerita tentang tusukan infiltrasi yang sistematis dan perihnya nasib republik yang takluk di kaki Kedutaan Amerika.

PADA 5 September 2011, koran berbahasa Inggris, The Jakarta Globe, menurunkan komentar seorang juru bicara presiden atas bocoran telegram diplomat Amerika di situs WikiLeaks. Pemerintah “tak akan memberi tanggapan apapun”, kata Julian Aldrin Pasha, menyampaikan sikap resmi pemerintah. Katanya: informasi yang tertera di WikiLeaks “jauh dari kredibel” sebab berasal dari “sumber-sumber sekunder”.

Tapi dari pemeriksaan sepekan lebih atas gulungan kawat kontroversial di WikiLeaks, Islam Times mendapati kalau Julian cenderung menutup fakta dan hanya mengungkap apa yang dia ingin publik dengarkan. Dari penelisikan, khususnya atas 3.059 kawat diplomatik yang bersumber dari Kedutaan Amerika di Jakarta, kami justru menemukan kalau porsi terbesar telegram diplomat Amerika datang dari ‘tangan pertama’ – dan sebab itu layak beli dan mendapat perhatian pemerintah, atau begitulah hemat kami.

Kami telah mengungkap sebagian kecil isi telegram yang seperti itu dalam dua tulisan sebelumnya. Tapi sejatinya, masih banyak yang tak tersentuh dan hingga detik ini tetap jadi misteri bagi publik, utamanya di tengah kekompakan banyak media untuk menutup mata pada informasi sensitif, kontroversial dan menyangkut hajat hidup dan maruah bangsa di dalamnya. Ini misalnya termasuk sejumlah telegram yang merekam konsesi besar yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kedutaan Amerika dan pilihan presiden untuk bermanis-manis dengan Israel – anak bejat Amerika di Timur Tengah yang hingga kini tak diakui keberadaannya oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Ambil contoh telegram bertajuk “President’s Chief Of Staff Ready To Make Potus Visit To Indonesia A Success”, dikawatkan oleh Duta Besar Amerika saat itu, Cameron R. Hume, pada 10 September 2009, menjelang rencana kunjungan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama (yang kemudian batal dan baru terlaksana pada November 2010). Dalam subjudul “Embassy Land”, Hume menulis: “Rajasa mengkonfirmasi kalau Presiden Yudhoyono tak mengharuskan adanya persetujuan parlemen sebelum memberikan restu pada Kedutaan Amerika Serikat untuk membeli MMS3, petak lahan yang diperlukan untuk membangunan sebuah chancery (nampaknya ini istilah untuk gedung arsip, red. Islam Times).

Dia menambahkan kalau Menteri Keuangan telah menyetujui pembelian itu, dan bahwa tak ada lagi hambatan bagi terbitnya surat presiden yang memungkinkan transaksi terlaksana.”

Rajasa dalam telegram merujuk pada sosok Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dari pemeriksaan arsip media Jakarta di Internet, kami gagal mendapati jejak kabar adanya transaksi penjualan tanah negara ke pihak Kedutaan Amerika dalam rentang lima tahun terakhir.

Pemeriksaan lanjutan atas empat telegram bermarka SECRET lainnya, menunjukkan kalau Kedutaan Amerika telah meniatkan perluasan bangunan kedutaan sejak akhir 2007. Yang mereka incar adalah dua petak lahan yang, dalam sejumlah telegram, mereka beri kode MMS3 dan MMS4. Satu lahan digambarkan sebagai lahan siap beli dan satunya lagi mereka niatkan kepemilikannya via transaksi tukar guling lahan. Tak ada informasi pasti soal lokasi persis kedua lahan. Tapi sejumlah detil dalam telegram memberi gambaran kalau dua petak tanah itu adalah milik negara dan dalam penguasaan Kementrian Keuangan, kala itu.

Telegram bilang lokasi kedua tanah itu “berdekatan” dengan Kantor Wakil Presiden. Informasi lain dalam telegram bilang kalau di kedua tanah itu, Kedutaan Amerika akan mendirikan gedung baru kedutaan yang “lebih tinggi” dari kantor Wakil Presiden, dengan total dana proyek US$ 300 juta (setara Rp 3 triliun dengan kurs 1US$=Rp 10.000). Kalangan diplomat Amerika juga terekam bilang kalau soal “ketinggian bangunan” dan “keamanan” rancang gedung baru Kedutaan Amerika “sudah selesai”. Mereka telah meminta restu pada Jusuf Kalla (wakil presiden saat itu) dan juga pemerintah kota Jakarta. Mereka juga telah meminta Kalla untuk membantu pengurusan pembelian tanah ke Kementrian Keuangan.

Sementara itu, dalam sebuah telegram lainnya, Duta Besar Amerika, Cameron Hume, terekam menekan Sri Mulyani (Menteri Keuangan saat itu) untuk merespon pertanyaan kedutaan terkait harga MMS3 dan nilai tukar guling MMS4. Hume bilang kalau Sri Mulyani menerima “sudut pandang kedutaan” kalau Undang-Undang Perbendaharaan Negara No. 1 Tahun 2004 “nampaknya memberi pengecualian pada tanah yang digunakan untuk kantor-kantor kedutaan asing”.

(Catatan Islam Times: Pasal 45 dan 46 Undang-Undang Perbendaraan Negara memestikan adanya persetujuan DPR/DPRD dalam setiap transaksi “pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan,dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah”. Kekecualian, seperti disebutkan dalam pasal 46, hanya berlaku pada tanah yang 
(1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; 
(2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran; 
(3) diperuntukkan bagi pegawai negeri; 
(4) diperuntukkan bagi kepentingan umum; 
(5) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.)

Telegram juga bilang kalau Sri Mulyani “percaya tak ada hambatan legal untuk tukar guling properti” dengan pihak Kedutaan Amerika.

Di arsip WikiLeaks sejauh ini, tak ada telegram yang memuat informasi seputar detil transaksi, khususnya waktu pelaksanan, nilai transaksi, dan siapa-siapa saja yang terlibat. Tapi bila fakta di lapangan jadi rujukan, transaksi yang digambarkan dalam telegram nampaknya telah terlaksana.

Dalam satu dua tahun terakhir, Islam Times mendapati tanah kosong (bekas markas Polisi Militer) yang bersisian dengan sisi selatan tembok Kedutaan Amerika, telah dipagari dan dipasangi plang bertuliskan bertuliskan: “Tanah Ini Milik Perusahaan Swasta….” Meski diklaim sebagai “milik swasta”, sejumlah reporter kami melaporkan kalau petugas keamanan Kedutaan Amerika kerap keluar masuk lahan “milik swasta” itu. Petak tanah itu bersebelahan dengan sebuah petak tanah lain yang tak berpenghuni, bersisian dengan kantor milik PT Telkom. Jika Kedutaan Amerika Serikat benar telah menjadi pemilik sah kedua lahan itu, ini nampaknya sebuah ironi yang lain. Di Stasiun Gondangdia, hanya selemparan batu dari lokasi bakal bangunan baru Kedutaan Amerika, ada ratusan tunawisma yang setiap malam tidur di emper stasiun hanya beralaskan selembar koran.

Tapi soal transaksi penjualan tanah negara itu mungkin belum seberapa dibanding kontroversi yang bisa muncul dari telegram yang merekam langkah rahasia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membangun komunikasi dengan Israel. Dalam telegram berjudul “Indonesia Seeking Higher Profile In Middle East?”, dikawatkan pada 31 Januari 2007 oleh perwira politik kedutaan, Catherine E. Sweet, menulis: “SBY telah mengirim para penasihatnya untuk bertemu dengan pihak-pihak di Lebanon, Palestina dan, secara rahasia, Israel.” Catherine bilang semua itu dilatari keinginan presiden “memainkan peran di Timur Tengah”. Detail dari kisah ini berlimpah dalam tiga paragraf berikut (markas S di awal paragraf merujuk pada kode SECRET, rahasia):

“(S) Di belakang layar SBY sudah dua kali mengirim penasihat khususnya, T.B. Silalahi, ke Israel. Menurut Ilan Ben-Dov, Duta Besar Israel di Singapura, Silalahi bertemu dengan Perdana Menteri Olmert sebelum pengerahan pasukan UNIFIL (Tentara Indonesia masuk dalam formasi pasukan penjaga perdamaian UNIFIL di Lebanon, red. Islam Times). Meski Israel tak berharap bakal ada hubungan diplomatik penuh atau kunjungan balasan dari seorang menteri kabinet, Ben-Dov bilang, mereka tertarik untuk membuka sebuah jalur dengan Indonesia dan sementara mencari jalan kemungkinan penyaluran bantuan.

(S) Mengingat sensitivitas politik, SBY menjadikan perjalanan Silalahi sangat tertutup, bahkan bagi kalangan orang-orang pemerintahan. Ben-Dov melaporkan kalau saat dia mengungkap perjalanan Silalahi ke Israel pada juru bicara SBY, Dino Patti Djalal, yang terakhir mengisyaratkan kalau dia tak ingin terlibat, memilih Silalahi yang mengontrol penuh urusan. Sebagai seorang Kristen tanpa ambisi politik, kata Djalal, Silalahi “aman”. Saat pemerintah Israel mendekati Utusan Khusus SBY untuk Timur Tengah, Alwi Shihab, Ben-Dov bilang kalau Silalahi marah, bilang kalau SBY tak ingin Shihab terlibat….”

“(S) Pada 26 Januari, Silalahi membriefing kami sekaitan perjalanan keduanya ke Timur Tengah atas nama SBY, kali ini ke Israel dan Lebanon pada akhir November. Sekalipun dia tak secara khusus bercerita banyak seputar kunjungannya ke Israel, dia menyebut pertemuannya dengan Presiden Olmert “produktif”.”

Di paragraf terakhir, telegram mencantumkan “pandangan Silalahi kalau Indonesia tak ingin memainkan peran lebih aktif di Timur Tengah”. Usai berkunjung dan memberikan rekomendasi sekaitan Timur Tengah, kata Silalahi dalam telegram, Presiden SBY bilang Indonesia “masih perlu fokus pada urusan dalam negeri”. Kata Silalahi, pernyataan itu adalah “gaya Jawa SBY untuk bilang kalau dia tak ingin meneruskan urusan ini lebih jauh lagi”.

Di luar telegram yang bercerita soal rahasia gelap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Islam Times juga menelisik hampir 200 telegram bermarka “SECRET”, “SECRET/NOFORN” dan “CLASSIFIED” yang tak terjamah dalam dua tulisan kami sebelumnya. Pemeriksaan membawa kami pada sebuah gambaran besar tentang laku dan kegiatan ‘ekstra kulikuler’ kalangan diplomat Amerika di Jakarta dalam rentang 10 tahun terakhir; sebuah potret otentik yang bisa menuntun orang banyak membaca sendiri siapa kawan dan siapa lawan Kedutaan Amerika di Jakarta, mana kecap yang kerap mereka jual ke publik nasional, mana racun yang mereka simpan di kolong meja dan mana sangkur yang mereka siapkan untuk orang-orang yang mereka anggap musuh.

Kedutaan Amerika Mewakili Kepentingan Israel di Indonesia
Banyak orang menganggap demonstrasi anti-Israel yang kerap terjadi di depan Kedutaan Amerika di Jakarta dalam beberapa tahun terakhir, lebih dilatari karena tiadanya kedutaan Israel di Jakarta dan juga karena kalangan demonstran meyakini pembelaan Amerika pada Israel lah yang menyebabkan penjajahan Palestina tetap langgeng hingga hari ini. Tapi sejumlah telegram di WikiLeaks menunjukkan kalau Kedutaan Amerika di Jakarta secara diam-diam aktif memposisikan diri sebagai wakil Israel di Indonesia – dan ini atas sepengetahuan orang-orang di lingkaran dalam Istana Negara:

[1] Dalam telegram bertajuk “More Activity In Indonesia On Middle East Issues”, dikawatkan pada 15 Februari 2007, seorang diplomat Amerika menulis: “Seorang informan di kantor Presiden Yudhoyono bilang ke kami kalau sebuah delegasi yang tiga kementrian di Israel, Direktur Kementrian Luar Negeri Aharon Ambramovitch, Direktur Biro Kementrian Luar Negeri Israel di Asia Tenggara, Giora Becher, dan Duta Besar Israel di Singapura, Ilan Ben-Dov, bakal berkunjung ke Jakarta pada 21-22 Februari. Pejabat Israel itu berencana bertemu dengan tiga orang: Juru bicara Presiden, Dino Patti Djalal, Menteri Kelautan Freddy Numberi dan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Syaifullah Yusuf.

(Catatan: Dalam sebuah pertemuan pada November 2006, Duta Besar Ben Dov meminta pandangan soal bidang-bidang dimana Israel bisa memfokuskan bantuan. Duta besar Pascoe menyarankan Israel mungkin bisa mulai dengan sejumlah program di kawasan pulau-pulau terpencil dimana populasinya mayoritas Kristen. Dia menyarankan Israel membagi keahliannya dalam pengelolaan kawasan kering, yang bisa berguna bagi pulau-pulau seperti Flores.

Pertemuan dengan Menteri Perikanan dan Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi masuk akal dalam soal ini.)

Penasihat khusus SBY, T.B. Silalahi, mengatur seluruh urusan kedatangan, yang sangat tertutup rapat (menurut seorang asisten Silalahi, hanya SBY, Silalahi, Dirjen Kementrian Luar Negeri, Cotan – yang mengeluarkan visa untuk pejabat Israel itu – yang tahu soal perjalanan ini). Saat kami tanya apakah SBY mendukung konsep kunjungan itu, asisten Silalahi bilang kalau SBY hanya “tahu soal itu”. Perempuan asisten itu memperkuat dan bilang kalau SBY akan menjaga jarak dengan detail kunjungan itu agar ada selimut politik sekiranya kunjungan itu bocor ke media.”

[2] Telegram berjudul “World Ocean Conference — Raising Israeli Participation”, dikawatkan pada 1 April 2009, menyebutkan: “Kedutaan telah mengetahui kalau Indonesia tak berniat mengundang perwakilan Israel dalam World Ocean Conference (WOC) yang bakal mereka selenggarakan, 11-15 Mei. Kami telah menyatakan kalau kegagalan mengundang perwakilan Israel bisa menggerus klaim WOC sebagai konferensi dunia. Dengan pertimbangan itu, orang-orang Indonesia yang bertindak sebagai penghubung kami, menyarankan kalau kehadiran pihak LSM Israel mungkin bisa. Poloff (political officer, red. Islam Times) juga membahas soal ini dengan Yahya Assagaf, seorang penasihat urusan Timur Tengah untuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar.

(Catatan: BIN tetap menjadi kanal utama bagi Pemerintah Indonesia untuk kontak dengan pejabat Israel.)

[3] Telegram bertajuk “Discouraging Tni From Taking Manpads To Unifil Mission”, dikawatkan dari Jakarta pada 3 Oktober 2006 merekam pernyataan Charge d’Affaires Kedutaan Amerika, John A. Heffern, dengan kalangan birokrat di Jakarta sekaitan masuknya senjata MANPADS (man-portable air-defense systems) dalam daftar persenjataan yang bakal dibawa oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ikut dalam misi pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) di Lebanon.

Heffern bilang kalau dia mengangkat soal ini saat bertemu Penasihat Luar Negeri Presiden Indonesia , Dino Patti Djalal (saat tulisan ini dibuat Dino adalah Duta Besar Indonesia di Washington) pada 2 Oktober. Heffern bilang kalau pasukan Indonesia bisa menciptakan “persoalan besar” jika memutuskan membawa senjata MANPADS ke Lebanon dan meminta pemerintah Indonesia “mempertimbangkan” kembali niat itu. Heffern juga menyarankan agar perwakilan Amerika Serikat di markas PBB di New York untuk membujuk Departemen Operasi Penjaga Perdamaian PBB (DPKO) agar bersedia berbicara ke Djalal dan penasihat presiden, TB Silalahi, saat keduanya berkunjung ke New York. Heffern, kata telegram, berharap DPKO mau membujuk Djalal dan Silalahi agar bersedia menafsirkan kalau ROE (rules of engagement, aturan penugasan) pasukan PBB di Lebanon tak memestikan perlunya persenjataan anti pertahanan udara dan meminta mereka menghapus MANPADS dari daftar persenjataan pasukan Indonesia.

Telegram juga bilang kalau atase militer Kedutaan Amerika juga telah membicarakan soal ini ke Asisten Operasi Mabes TNI, Brigadir Jenderal Bambang Darmono dan Wakil Asisten Intelijen, Brigadir Jenderal Eddi Budianto, pada 2 Oktober. Dari pertemuan, atase militer kemudian dapat gambaran soal jumlah pasukan yang bakal diterjunkan, jenis peralatan dan mulai penugasan. Kata telegram, Darmono bilang Indonesia bakal membawa 12 unit misil pertahanan udara QW-1. Kata Darmono lagi, dia percaya PBB telah memberi lampu hijau atas daftar persenjataan tentara Indonesia, termasuk MANPADS, dan bilang kalau “bakal jadi persoalan” jika TNI diminta tak membawa misil itu.

(Catatan Islam Times: tak ada informasi lanjutan dalam telegram lainnya sekaitan jadi tidaknya TNI membawa MANPADS ke Lebanon Selatan. Sebagai pelontar misil yang gahar, MANPADS bisa ‘mengerem’ keberingasan pasukan Israel di perbatasan Lebanon – dan sebab itu lah Kedutaan Amerika di sini sejak awal ingin memastikan senjata itu tak masuk dalam daftar persenjataan TNI di Lebanon.)

Kamis, 16 Juli 2015

Imam Ali (as), Umar bin Khattab, dan Bocah yang Diinkari Ibunya



(Gambar: Parade Militer Republik Islam Iran)

Seorang anak datang kepada khalifah Umar bin Khattab untuk mengadu. Dia berkata: “Ibuku menahan warisan dari ayahku, dengan alasan bahwa aku bukanlah anaknya, sehingga aku tidak memperoleh warisan itu.” Kala itu khalifah Umar mendatangkan ibunya, lalu berkata kepadanya: “Mengapa kamu mengingkari anakmu?” Si Perempuan berkata: “Dia bohong! Aku mempunyai saksi bahwa aku masih perawan dan aku belum pernah menikah.” “Mana saksi-saksimu?” tanya Umar.

Perempuan itu pun mendatangkan 7 orang, yang semuanya bersaksi bahwa si Perempuan memang belum menikah. Tapi si anak masih membela diri dan berkata: “Aku punya bukti yang akan aku jelaskan, mudah-mudahan Anda memahaminya.” Umar berkata: “Katakan sesukamu!” “Ayahku sudah tua, namanya Sa`ad bin Malik “jelas si Anak. “Aku dilahirkan pada musim panas. Selama dua tahun aku disusui dengan susu kambing. Ketika aku dewasa, ayahku pergi bersama suatu rombongan. Tapi ia tidak kembali. Menurut kabar, ia telah meninggal di perjalanan. Ketika ibuku mendengar berita ini, ia mengingkariku dan menjauhiku”.

“Sekarang aku terdesak kebutuhan.” Umar berkata, “Ini perkara sulit. Mari kita pergi kepada Abal Hasan (Ali Bin Abi Thalib karramallahu wajhah)!” Di rumah Imam Ali, si Anak menceritakan duduk perkaranya kepada Ali Bin Abi Thalib karramallahu wajhah. Demikian pula si Perempuan ditanya, dan Imam Ali mendengarkan pembelaannya. Kepada Imam Ali, perempuan itu menjelaskan hal yang sama.

“Wahai Amir al Mukminin”, kata si Perempuan kepada Imam Ali, “aku seorang perawan. Aku tidak punya anak dan belum tesentuh oleh laki-laki.” Sayidina Ali berkata lagi kepadanya: “Jangan bicara terlalu panjang. Aku adalah putra Paman-nya Bulan Purnama (Rasulullah). Sungguh aku tahu kejadian yang sebenarnya.” Perempuan itu masih membela diri dan berkata: “Datangkanlah seorang bidan, biar dia memeriksa saya, apakah saya masih perawan atau tidak.”

Imam Ali berkata bahwa ia berkenan memenuhi permintaan perempuan tersebut dengan mendatangkan bidan. Kepada pembantunya Imam Ali berkata: “Qonbar, datangkanlah seorang bidan!” “Baiklah, ya Amir al Mu’minin!” Jawab Qonbar. Usai pemeriksaan keperawanan di kamar tertutup, bidan itu keluar dan berkata: “Benar ya Amir al Mu’minin, dia masih perawan.” Imam Ali berkata: “Bidan ini berbohong, periksalah dia, dan ambil gelang darinya!”

Kemudian si bidan diperiksa, dan ditemukan sebuah gelang diselipkan di pundaknya. Itu adalah gelang sogokan (suap –gratifikasi) dari perempuan tadi. Sebelum diperiksa, perempuan tadi menyerahkan gelang emas kepada si bidan dan berkata: “Saksikanlah dan katakanlah kepada Amir al Mu’minin (–Ali) bahwa aku perawan.”

Kini perempuan itu dihadapkan kembali kepada Imam Ali: “Wahai Perempuan, aku adalah sarang ilmu kenabian, penghias dan hakim agama. Aku ingin mengawinkan kamu dengan anak muda ini!” Perempuan tadi tersentak dan sontak berkata: “Tidak! Yaa Amir al Mu’minin, apakah Anda ingin membatalkan syariat Muhammad? Dia itu anakku!” Imam Ali berkata: “Datanglah kebenaran, sirnalah kebatilan. Rahasiamu telah terbuka. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?” Perempuan itu menyesali dirinya, lalu ia berkata: “Aku takut dengan warisan, yaa Amir al Mu’minin!” Imam Ali berkata: “Mintalah ampun dari Allah, bertaubatlah kepadaNya!”