Kamis, 18 Juni 2015

Khalid bin Walid Sang Pembantai Sesama Muslim


“Khalid Bin Walid Membunuh Malik Bin Nuwairah Pengumpul Zakat Nabi Saw Hanya Karena Ingin Memperkosa Isteri Malik Yang Cantik Jelita Bernama Ummu Tamim”. Khalid bin Walid merupakan orang kesayangan Abu Bakar, dan karena itulah Abu Bakar tidak menghukumnya mesti Khalid bin Walid telah melakukan banyak kejahatan dan pembunuhan terhadap sesama kaum muslimin.

Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 2, hlm. 283; Bacalah Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4, hlm. 53-57; Ibnu Sa’d, Thabaqat, hlm. 659, Bukhari dalam Kitab al-Maghazi, bab pengiriman Khalid ke Banu Jadzimah, Tarikh Abu’l-Fida’, jilid 1, hlm. 145, UsduI-Ghabah jilid 3, hlm. 102; al-Ishabah, jilid 1, hlm. 318; jilid 2, hlm. 81

‘Rasul mengirim pasukan ke daerah sekitar Makkah untuk mengajak mereka ke dalam Islam: beliau tidak memerintahkan mereka untuk bertempur. Di antara yang dikirim adalah Khalid bin Walid yang diperintahkannya ke kawasan datar sekitar perbukitan Makkah sebagai misionaris; ia tidak memerintahkan mereka bertempur’.

Mulanya klan Jadzimah, penghuni wilayah itu ragu, tetapi Khalid mengatakan: ‘Letakkan senjata kerana setiap orang telah menerima Islam’. Ada pertukaran kata karena curiga akan Khalid, tetapi seorang anggota suku itu berkata: ‘Apakah engkau akan menumpahkan darah kami? Semua telah memeluk Islam dan meletakkan senjata. Perang telah usai dan semua orang aman’.

Begitu mereka meletakkan senjata, Khalid memerintahkan tangan mereka diikat ke belakang dan memancung leher mereka dengan pedangnya sampai sejumlah orang mati. Ketika berita ini sampai kepada Rasul, beliau menyuruh Ali karramallahu wajhah ke sana dan menyelidiki hal itu dan ‘memerintahkan agar menghapus semua praktek jahiliah’.

Ali berangkat membawa uang, yang dipinjam Rasul dari beberapa saudagar Makkah untuk membayar tebusan darah dan kerugian lain, termasuk sebuah wadah makan anjing yang rusak. Ketika semua lunas dan masih ada uang sisa, Ali menanyakan apakah masih ada yang belum dihitung; mereka menjawab tidak. Ali memberikan semua sisa uang sebagai hadiah, atas nama Rasul.

Ketika Ali kembali melapor, Rasul yang sedang berada di Ka’bah, menghadap Kiblat dan menadahkan tangannya tinggi ke atas sampai ketiaknya tampak, seraya berseru: ‘Ya Allah! Saya tak bersalah atas apa yang dilakukan Khalid’, sampai tiga kali. Abdurrahman bin ‘Auf mengatakan kepada Khalid: ‘engkau telah melakukan perbuatan jahiliah di dalam Islam’ (Ibn Hajar, al-Isabah, III, hlm.336).

Demikian juga pendirian Umar terhadap Khalid bin al-Walid mengenai jenayahnya yang besar terhadap Malik bin Nuwairah, isterinya dan kaumnya. Umar bin Khattab dan Ali meminta Khalifah Abu Bakar supaya mengenakan hukum hudud ke atas Khalid bin al-Walid karena memperkosa isteri Malik bin Nuwairah . Tetapi Abu Bakar enggan berbuat demikian.

Lalu di dalam Al-Ashabah, jilid 2, hlm. 209; Ibnu ‘Asakir, Tarikh, jilid 5, hlm. 30; Khazanah al-Adab jilid 2, hlm. 8: Khalid al-Walid dan asistennya Dhirar bin Azwar setelah jadi Muslim tetap minum minuman keras, syarib al-khumur, berzina dan membuat maksiat, shahib al-fujur. Ibid (rujukan seperti di atas):

Orang mengetahui dendam Khalid pada keluarga Banu Jadzimah sebelum Islam. Terlihat jelas bahwa dendam pribadi di kalangan kaum Quraisy sangat kuat dan berlangsung lama seperti sering dikatakan Umar bin Khaththab.

Perintah Rasul Allah kepada Ali untuk menyelesaikan masalah Banu Jadzimah agaknya membekas pada Khalid bin Walid. Tatkala ia berada di bawah komando Ali berperang melawan Bani Zubaidah di Yaman, ia mengirim surat kepada Rasul Allah melalui Buraidah, yang mengadukan tindakan Ali mengambil seorang tawanan untuk dirinya sendiri. Wajah Rasul berubah kerana marah dan Buraidah memohon maaf kepad Rasul dan menyatakan bahwa ia hanya menjalankan tugas. Rasul Allah lalu bersabda:

“Janganlah kamu mencela Ali, sebab dia adalah bagian dari diriku dan aku pun adalah bagian dari dirinya. Dan dia adalah wali, pemimpin, setelah aku”. Lalu beliau mengulangi lagi: “Dia adalah hagian dari diriku dan aku pun adalah bagian dari dirinya. Dan dia adalah wali, pemimpin, setelah aku” (Silahkan lihat juga: Hadits ini berasal dari ‘Abdullah bin Buraidah. Lihat Imam Ahmad, Musnad, jilid 5, hlm. 347). Nasa’i, al-Khasha’ish al-’Alawiyah’ hlm. 17. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Jarir, Thabrani dan lain-lain.

Dalam versi yang sedikit berbeda Nasa’i meriwayatkan bahwa Rasul Allah bersabda: “Hai Buraidah, jangan kamu coba mempengaruhiku membenci Ali, kerana Ali adalah sama denganku dan aku sama dengan Ali. Dan dia adalah walimu sesudahku” (Thabari, Tarikh, jilid 3, hlm. 254; Tarikh al-Khamis, jilid 3, hlm. 343).

Tatkala Abu Bakar mengingatkan akan kebiasaannya (Khalid al-Walid), ‘main perempuan’ dan dosanya membunuh 1100 (seribu seratus) kaum Muslimin secara berdarah dingin, ia hanya bersungut dan mengatakan bahwa Umarlah yang menulis surat itu’. Lihat Tafsir al-Qurthubi jilid 14, hlm. 228; Faidh al-Qadir, jilid,4, hlm. 290; Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hlm. 506; Tafsir Baqawi jilid 5, hlm. 225; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahju’l-Balaghah, jilid 1, hlm. 185, 186, jilid 12, hlm. 259 dan lain-lain .

Khalid bin Walid membunuh Malik bin Nuwairah pengumpul zakat Nabi Saw hanya karena ingin memperkosa isteri Malik yang cantik jelita bernama UMMU TAMiM. Cerita ini diangkat berdasarkan apa yang dicatat oleh Tabari dalam Tarikhnya ketika Umar berkata keras kepada Khalid :”Kamu telah membunuh seorang Muslim kemudian kamu memperkosa isterinya. Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu”[Al-Tabari,Tarikh ,IV, hlm.1928]. Kata-kata Umar ini cukup membuktikan bahwa Malik bin Nuwairah adalah seorang Muslim dan Khalid telah menzinai (memperkosa) isteri Malik setelah membunuh suaminya terlebih dahulu. Jika tidak kenapa Umar berkata:”Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu.”

Dan juga tercatat dalam al-Isabah bahwa Khalifah Abu Bakar tidak mengenakan hukum hudud ke atas Khalid bin al-Walid yang telah membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Imam Ali as menuntut supaya Khalid dihukum rajam [Ibn Hajr, al-Isabah , III, hlm.336]. Umar memahami bahwa isteri Malik bin Nuwairah tidak boleh dijadikan hamba (budak). Oleh karena itu pembunuhan atas Malik bin Nuwairah dan kaumnya tidak patut dilakukan karena mereka adalah Muslim.

Keengganan mereka membayar zakat kepada Abu Bakar tidak boleh menjadi hujjah terhadap kemurtadan mereka. Alasan pembunuhan ke atas mereka disebabkan salah paham mengenai perkataan ‘idfi’u, yang menurut suku Kinanah berarti “bunuh” dan dalam bahasa Arab biasa ia berarti “panaskan mereka dengan pakaian” dan tidak menghalalkan darah mereka oleh para pembela fanatik tidak dapat diterima karena jika tidak mengerti sepatutnya mereka merujuk perkara itu kepada Khalid untuk mengetahui maksud yang sebenarnya.

Mereka membunuh Malik dan kaumnya dengan licik dan Malik sendiri telah dibunuh oleh Dhirar yang bukan dari suku Kinanah. Dan Dhirar pasti memahami bahwa perkataaan idfi’u bukanlah perkataan untuk mengharuskan pembunuhan, namun ia tetap membunuh Malik. Karena itu alasan kekeliruan yang terjadi dalam pembunuhan tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dalam perbuatan jahat Khalid, apalagi perkosaannya terhadap isteri Malik bin Nuwairah setelah membunuh suaminya.

Dengan itu tidak heranlah jika Imam Ali as dan Umar meminta Khalifah Abu Bakar supaya merajam Khalid, tetapi Abu Bakar segan melakukannya malah memberinya gelar ”Pedang Allah yang Terhunus”. Jika tidak membayar zakat djadikan alasan serangan dan pembunuhan, tidakkah Nabi Saw sendiri tidak memerangi sahabatnya Tha’labah yang enggan membayar zakat kepada beliau Saw, dan Allah SWT telah menurunkan peristiwa ini di dalam Surah al-Taubah(9):75-77.

Semua ahli tafsir Sunni menyatakan bahwa ayat itu diturunkan mengenai Tha’labah yang enggan membayar zakat karena beranggapan bahwa itu adalah jizyah bukan zakat. Maka Allah Swt menjelaskan hakikatnya. Dan Nabi Saww tidak memeranginya dan tidak pula merampas hartanya sedangkan beliau Saw mampu melakukannya. Adapun Malik bin Nuwairah dan kaumnya bukanlah mengingkari zakat sebagai satu fardhu agama. Tetapi apa yang mereka ingkar adalah penguasaan Abu Bakar atas jabatan khalifah selepas Rasulullah Saw dengan menggunakan kekuatan dan paksaan. Dan mereka pula benar-benar mengetahui tentang hadis al-Ghadir (di mana wahyu al Qur’an dan khutbah Rasulullah saat Haji Wada’ telah menetapkan Imam Ali as sebagai pengganti dan penerus Rasulullah jika Rasulullah wafat).

Oleh karena itu tidak heranlah jika Abu Bakar terus mempertahankan Khalid tanpa memperhitungkan perbuatan jahat yang dilakukannya terhadap Muslimin karena Khalid telah melakukan sesuatu untuk kepentingan politik dan dirinya. Malah itulah perintahnya di bawah operasi “tidak membayar zakat dan murtad” sekalipun itu bertentangan dengan Sunah Nabi Saww .

Mengapa saudara-saudara keberatan bila seorang muslim yang salih, yang tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh orang yang tidak berdosa, yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya disebut terjaga dari dosa? Apakah saudara-saudara menganut paham dosa warisan atau ‘original sin’? . Apalagi Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan (segala) kenistaan dari padamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS. Al-Ahzab: 33) .

Yang dimaksud Al-Qur’an itu adalah Imam ‘Ali, Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husain. Aneh sekali ketika kaum Sunni percaya bahwa semua sahabat adil, dan semua tindakan mereka adalah ijtihad. Dan tindakan mereka mendapat pahala termasuk diantaranya sahabat yang melaksanakan pembunuhan berdarah dingin, pezinah, pemabuk, pembohong, pembakar orang hidup-hidup atau memerangi Imam zamannya dan perbuatan-perbuatan yang tidak terlukiskan dengan kata-kata .

Ada juga kisah Khalid bin Walid yang memenggal kepala Malik bin Nuwairah dan memperkosa istri Malik yang cantik malam itu juga. Ia menggunakan kepala Malik sebagai tungku . dan ini adalah catatan sejarawan Sunni! Umar bin Khattab menyebut Khalid bin Walid sebagai pembunuh dan pezinah yang harus dirajam. Abu Bakar menyatakan bahwa Khalid hanya sekedar salah ijtihad, dan menamakannya ‘Syaifullah’ atau pedang Allah. “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi musuh-musuhNya”. Kata Abu Bakar .

Khalid pula yang membakar Bani Salim hidup-hidup di zaman Abu Bakar. Umar mengingatkan Abu Bakar, dengan membawa hadits Rasulullah SAWW bahwa tidak boleh menghukum dengan hukuman yang hanya Allah boleh melakukannya. Dan Abu Bakar mengatakan, seperti diatas “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi musuh-musuhNya.”

Banyak pula ulah Khalid yang lain, yang oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf dikatakan sebagai perbuatan jahiliyah, yaitu tatkala ia membunuh Bani Jazimah secara berdarah dingin . Baca buku-buku yang berada dalam lemari saudara-saudara. Sekali lagi, tuduhan ini disampaikan oleh Umar bin Khattab, Ibnu Umar dan Abu Darda’.

Kedua sahabat terakhir ini, ikut dalam pasukan Khalid dan membuat penyaksian. Peristiwa inilah yang melahirkan adagium di kemudian hari bahwa semua sahabat itu adil dan tiap tindakan mereka merupakan ijtihad dan kalau benar mereka dapat dua pahala, kalau salah satu pahala . Pantaslah kalau Mu’awiyah yang meracuni Imam Hasan, cucu Rasulullah, atau ‘Abdullah bin Zubair yang hendak membakar Ahlul Bait di gua ‘Arim atau Yazid bin Muawwiyah yang membantai cucu Rasulullah, Imam Husain dan keluarganya di Karbala, mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan ‘sunnah’ atau contoh para sahabat sebelumnya.

Umar memecat Khalid bin Walid –yang oleh sejarawan disebut sebagai shahibul khumur, pemabuk– tatkala Umar menggantikan Abu Bakar dikemudian hari. Apakah orang Syi’ah harus mengangkat mereka sebagai Imam? Sebab memiliki Imam, wajib hukumnya? Bukankah Rasulullah SAWW bersabda: “Barangsiapa tidak mengenal Imam zamannya, ia mati dalam keadaan jahiliyah”? Dan hadits yang mengatakan bahwa sepeninggal Rasulullah SAWW ada 12 Imam. Bacalah hadits-hadits shahih enam seperti Bukhari dan Muslim!

Mengkritik akidah mazhab lain tidak boleh berdasarkan prasangka dan sinisme. Hormatilah akidah mereka. Benarlah kata orang, “Jangan melempar rumah orang lain bila rumahmu terbuat dari kaca.” Bacalah buku sejarah. Bukan ‘asal ngomonng’. Bukan zamannya lagi berbohong dengan ayat-ayat dan hadits, sebab umat sekarang sudah banyak yang pandai. Ahli-ahli sejarah kita dengan gamblang menggambarkan ulah beberapa sahabat tersebut.