Banten Raya, 5 Juni 2013
Tema dan materi utama,
yang juga dapat dikatakan sebagai tema dan materi paling dominan dalam Seni
Islam, salah satunya adalah seni bentuk yang menggali dan mengeksplorasi
keindahan isi dan bentuk tulisan-tulisan al Quran, yang lazim dikenal sebagai
seni menulis indah (kaligrafi). Sementara itu, secara historis, seni menulis
indah atau kaligrafi ini diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim sejak
kedatangan Islam, terutama sekali ketika Islam telah menyebar ke luar dari
tempat kelahirannya, Mekkah dan Madinah, menuju Persia dan Suriah, di mana
kedua bangsa yang disebut terakhir ini telah dikenal memiliki kemahiran
artistik dan estetik jauh sebelum Islam itu sendiri hadir di tengah-tengah
mereka. Semisal keanggunan dan keindahan artistik mereka dalam taman dan
arsitektur.
Namun kemudian, setelah
kehadiran Islam, dibandingkan seni Islam yang lain, kaligrafi memperoleh
kedudukan yang paling tinggi dan merupakan ekspresi spirit Islam yang sangat
khas. Bangsa Persia pun kemudian turut mengeksplorasi dan bahkan memperindahnya,
hingga seringkali melampaui apa yang dulu dikembangkan para seniman sebelumnya.
Seninya Seni Islam
Kaligrafi sendiri, sering
disebut sebagai “seninya seni Islam” (the art of Islamic). Kualifikasi ini
memang pantas karena kaligrafi mencerminkan kedalaman makna seni yang esensinya
berasal dari nilai dan konsep keimanan. Titus Burckhardt, misalnya, memandang
kosmik seni Islam, termasuk seni Islam Iran (Persia), tak dapat dilepaskan dari
doktrin dan wawasan Islam itu sendiri yang berusaha menjangkau dunia spiritual
dan transendensi seorang muslim seperti yang tercermin dalam ibadah itu
sendiri, yang juga tercermin dalam arsitektur Islam dan seni Kaligrafi ini.
Karena itulah, kaligrafi memiliki pengarauh sangat besar terhadap bentuk
ekspresi seni Islam yang lainnya, sebagaimana diakui oleh para sarjana Barat
yang banyak mengkaji seni Islam, semisal Martin Lings, Titus Burckhardt,
Annemarie Schimmel, Thomas W. Arnold dan para sarjana lainnya.
Sebagai tambahan, dapat
dikatakan, keistimewaan lain kaligrafi dalam masyarakat muslim itu sendiri
karena seni ini dipandang sebagai bentuk pengejawantahan firman-firman Tuhan
yang sakral, dan juga sebagai seni yang sangat berkaitan dengan hadits, seperti
terbukti dalam karya-karya kaligrafi yang menampilkan ayat-ayat al Quran atau
hadits Nabi Muhammad SAW di tempat-tempat penting kaum muslim, utamanya di
mesjid-mesjid. Sementara itu, bangsa Persia (Iran), yang telah lama dikenal
sebagai penghasil kesenian dan kebudayaan adiluhung bahkan jauh sebelum
kehadiran Islam itu sendiri, mengembangkan dan mengeksplorasi seni ini tak
hanya terbatas seperti yang mulanya dikenal dan dikembangkan. Mereka
memadukannya dengan anasir, tema, unsur, dan bentuk-bentuk kesenian lainnya,
semisal lukisan alam, binatang (semisal burung), dan dedaunan dalam karya-karya
kaligrafi mereka, yang mereka terapkan dalam arsitektur dan lukisan kaligrafi
itu sendiri.
Murni Seni Islam
Meskipun demikian,
terlepas dari eksperimentasi dan eksplorasi seni kaligrafi yang dilakukan
bangsa Persia (Iran), seni kaligrafi dianggap sebagai satu-satunya seni Islam
yang murni dihasilkan oleh kaum muslim. Sementara itu, bahasa dan bangsa Arab
sendiri mengistilahkan seni ini dengan sebutan dan istilah Khatt, yang dapat
diartikan sebagai tulisan atau garis yang ditujukan pada tulisan yang indah
(al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil ). Juga, dalam konteks artian
ini, huruf Arab memang memiliki karakter huruf yang lentur dan artistik
sehingga menjadi bahan yang sangat kaya untuk penulisan kaligrafi, dibandingkan
dengan tulisan dan huruf-huruf lainnya.
Tak hanya itu saja, selain
memiliki karakter yang unik, tulisan Arab juga dapat dikatakan tak hanya
sekadar representasi sisi artistik budaya Arab-Islam, tetapi merupakan gabungan
keindahan, abstraksi, kreativitas, serta pesan moral yang dikandungnya. Dalam
hal ini, setiap garis, spasi, dan alur tulisan memiliki ciri khas dan
falsafahnya sendiri. Jika demikian, tak ragu lagi, sifat unik huruf Arab ini
baru tereksplorasi dengan baik di tangan kaum muslim, bersamaan dengan
perkembangan dan kemahirannya ketika kaum muslim mengenal kesenian-kesenian
lainnya seiring persentuhannya dengan bangsa-bangsa lain, semisal dengan Persia
dan Eropa. Sebab, pada masa-masa sebelum datangnya Islam, orang Arab sebenarnya
tidak memiliki seni tulis seperti yang kelak dikembangkan oleh orang Arab
muslim. Begitu pun, beberapa sumber sejarah dan arkeologis, menyebutkan bahwa
kerajaan Arab kuno, seperti Nabatea, Hira, dan kerajaan lain di Yaman,
menggunakan huruf ini dalam bentuk arkais (corak kuno).
Sejarah Eksperimen Gaya dan
Bentuk Kaligrafi
Secara historis, di sini
perlu diterangkan, bahwa akar kaligrafi Arab itu sendiri sebenarnya adalah
tulisan hieroglif Mesir yang kemudian terpecah menjadi khatt Feniqi (Fenisia),
Arami (Aram), dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadis). Menurut
al-Maqrizi, seorang ahli sejarah abad ke 4 Hijriah, tulisan kaligrafi Arab
pertama kali dikembangkan oleh masyarakat Himyar (suku yang mendiami
Semenanjung Arab bagian barat daya sekitar 115-525 SM). Sedangkan Musnad
merupakan kaligrafi Arab kuno yang mula-mula berkembang dari sekian banyak
jenis khatt yang dipakai oleh masyarakat Himyar.
Dari tulisan tua Musnad
yang berkembang di Yaman inilah lahir khatt Kufi. Selanjutnya, Kaligrafi Arab
bercorak kuno ini terus dipertahankan sampai pada masa awal Islam, tepatnya di
zaman Rasulullah SAW dan Khulafa’ ar-Rasyidin. Sedangkan penamaan berbagai
corak kaligrafi kuno yang berkembang pada masa itu mengambil nama-nama yang
dinisbahkan kepada tempat-tempat di mana tulisan tersebut dipakai dan
dipraktekkan dalam masyarakat dan kaum intelektual mereka, seperti Makki
(tulisan Makkah), Madani (Madinah), Hejazi (Hijaz), Anbari (Anbar), Hiri
(Hirah), dan Kufi (Kufah).
Namun, dalam perkembangan
selanjutnya, corak kaligrafi kuno ini mulai ditinggalkan pada masa kekhalifahan
Bani Umayyah (661-750 M). Pada masa inilah, mulai timbul ketidakpuasan terhadap
khatt Kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, kurang fleksibel
dan kurang eksperimentatif bagi pencarian dan eksplorasi bentuk demi keindahan
estetik dan artistik seni Islam itu sendiri yang memang mau tak mau harus
mengalami kemajuan artistik itu sendiri, selain tetap mempertahankan kosmos dan
muatan transendensi dalam pemaknaannya. Persis, di sini lah, pencarian bentuk-bentuk
baru yang lain pun digali dan diusahakan, semisal yang dikembangkan dari gaya
tulisan lembut (soft writing) non-Kufi, hingga di masa inilah lahir banyak gaya
dan bentuk kaligrafi, semisal Tumar, Jalil, Nisf, Tsuluts , dan Tsulutsain.
Tak pelak lagi, berkembang
dan merebaknya berbagai bentuk dan gaya penulisan kaligrafi pada masa
Kekhalifahan Umayyah ini turut melahirkan para ahli penulis kaligrafi yang
menghasilkan ragam keindahan seni kaligrafi itu sendiri, seperti Qutbah
al-Muharrir, yang di jaman itu dikenal sebagai seniman kaligrafi yang cukup
masyhur. Dan tentu saja, kaligrafi mengalami perkembangan dan kekayaan
bentuknya di masa-masa selanjutnya, terutama sekali ketika para seniman muslim
dari Persia (Iran) memperkaya dan memadukannya dengan seni-seni lainnya,
semisal lukisan, yang meminjam figur-figur alam, dengan sejumlah motifnya yang
beragam dan menjadi sejumlah gaya dan bentuk yang indah di tangan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar