oleh Babai Amuli
“Dalam mimpinya, Putri Susan dari Rum (Romawi/Bizantium) dinikahkan
dengan Imam Hasan Zaki Al-Askari (Imam Ke-11) oleh Muhammad saw dan Isa
Al-Masih putra Maryam yang disucikan. Putri Susan (Narjis atau Malikah) putri
anaknya Kaisar Rum dan keturunan Syam'un (washi-nya Isa Al-Masih as) ini
dipercaya sejumlah 'ulama sebagai ibunya Imam Ke-12”
Syaikh Shaduq dengan
sanad-nya sendiri menukil dari Abul Husain bin Muhammad bin Bahr Syibani, ia
berkata: Pada tahun 286 H aku memasuki Karbala dan berziarah ke pusara putra
Rasulullah saw (maksudnya Imam Husain). Lalu aku kembali ke Baghdad. Dengan
udara yang panas dan menyengat, aku pergi ke kuburan Quraisy. Ketika sampai di
pusara Imam Musa Al-Kazhim as yang tanahnya membawa rahmat dan ampunan, aku
duduk bersimpuh sambil menangis tersedu-sedu sehingga air mataku menghalangi
penglihatannku. Setelah kondisiku kembali seperti semula, aku mulai membuka
mataku.
Tiba-tiba aku melihat
lelaki tua renta bongkok yang kulit wajah dan tangannya menebal lantaran banyak
sujud. Lelaki tua itu berkata: Hai saudaraku, pamanmu berkat rahasia-rahasia
ilmu berharga yang tidak dimiliki orang kecuali seperti Salman Al-Farisi yang
dua tuan itu memberikan ilmu itu kepadanya –mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Pamanmu sebentar lagi akan wafat dan sekarang sedang menjalani detik-detik
akhir hayatnya. Dan ia tidak mendapatkan seseorang dari keluarganya yang bisa
diserahi rahasia-rahasianya. Aku berkata kepada diriku: Betapa berat
perjalananku. Aku selalu mencari ilmu kesana kemari dengan menunggangi unta dan
keledai. Sekarang aku mendengar satu ucapan dari orang tua ini yang menunjukkan
bahwa ia mempunyai ilmu yang banyak dan pengaruh yang besar.
Aku bertanya kepada lelaki tua itu, siapakah dua tuan yang Anda maksud? Mereka berdua adalah dua bintang yang bersemayam di bawah tanah di Surro Man Ro'a (Samarro' -Samarra). Demi kecintaan dan kedudukan agung dua pembesar ini, aku bersumpah akan selalu mencari ilmu dan aku bersumpah akan menjaga rahasia-rahasia mereka. Jika perkataanmu benar, tunjukkan peninggalan dan bukti-bukti para perawi hadis yang ada di tanganmu. Setelah orang tua itu mengoreksi kitab-kitabku dan melihat riwayat-riwayat mereka, ia berkata: Perkataanmu benar. Aku adalah Basyar bin Sulaiman Nakhas, cucu Abu Ayub Anshari, sahabat Abul Hasan dan Abu Muhammad (Imam Ali Al-Hadi dan Imam Hasan Zaki Al-Askari as ) dan aku di Surro Man Ro'a (Samarra) bertetangga dengan mereka. Sekarang hormatilah saudara seagamamu yang menyebut-nyebut segelintir dari keutamaan dan kemuliaan para pembesar tadi.
Imamku Abul Hasan, Ali bin
Muhammad Al-Askari as mengajariku hukum jual-beli budak dan aku tidak pernah
melakukan itu kecuali atas izin beliau. Aku selalu menjauhkan diri dari syubhat
sampai akhirnya aku menguasai permasalahan-permasalahan itu dan bisa membedakan
yang haram dari yang halal.
Pada suatu malam, di Surro Man Ro'a aku sedang sendirian di rumah. Tiba-tiba terdengar ketokan pintu. Aku segera membukanya. Kemudian Kafuru Khodim (pembantu Imam Ali Al-Hadi as) sudah berdiri di depan pintu dan mengajak aku untuk menemui beliau. Aku bersiap-siap dan bergegas pergi. Setelah aku sampai di rumah beliau, tampak dari balik jendela Abu Muhammad sedang berbicara bersama anak dan saudarinya (Hakimah). Setelah aku duduk, beliau berkata: Hai Basyar, engkau adalah putra dari Anshar dan kecintaan kepada para imam selalu tampak di tengah-tengah kalian dari generasi ke generasi yang lain. Dan kami percaya kepada kalian. Aku melihat engkau lebih utama dari yang lain dan lebih cepat mendapatkan hal itu. Banyak rahasia yang aku sampaikan kepadamu dan aku akan mengirimmu untuk membeli budak.
Saat itu beliau menulis
surat dengan bahasa Rum lengkap dengan tanda tangannya dan memberikan 220 Dinar
kepadaku yang terbungkus dalam kain kuning. Beliau berkata: Ambilah surat dan
uang ini dan pergilah ke Baghdad pada hari ini (beliau telah menentukan
harinya). Ketika terbit matahari, pergilah ke pinggir Furot (Sungai Eufrat).
Ketika perahu pembawa tawanan dan budak sampai ke pinggir, engkau akan melihat
satu kelompok dari anak buah khalifah Bani Abbasi dan sekelompok pemuda Arab
(Irak) yang tawanan-tawanannya berada di bawah kekuasaan mereka.
Di saat itu, pasanglah strategi yang bagus dan jagalah penjual budak yang bernama Umar bin Yazid Nakhasi dengan ketat. Ketika ia menawarkan budak-budaknya kepada para pembeli, belilah darinya budak yang pernah aku ceritakan kepadamu. Budak itu memakai dua helai kain sutra dan tidak mau dipegang atau membuka kepala dan wajahnya serta tidak mau melihat para pembeli. Nakhas (penjual budak) memukuli budak itu, ia menjerit dengan khas suara Rum-nya. Ketahuilah bahwasanya ia sedang berbicara demikian dengan bahasa Rum: Ah....! Kehormatanku telah diinjak-injak.
Salah satu pembeli mengatakan: Aku berani membeli budak ini seharga 300 Dirham, sebab harga dirinya telah membuat aku lebih tertarik. Budak itu menjawabnya dengan bahasa Arab: Seandainya engkau bertampang seperti Sulaiman dan meraih kerajaannya, kemudian datang kepadaku, aku tetap tidak akan suka kepadamu, maka jangan sia-siakan hartamu. Nakhas berkata kepada budak itu: Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untukmu. Engkau tidak suka setiap pembeli padahal aku tidak punya jalan lain kecuali harus menjualmu. Budak itu menjawab: Kenapa kau terburu-buru? Pasti ada pembeli yang cocok dengan keinginanku sehingga aku bisa setia dan percaya kepadanya.
Ketika percakapan sampai di sini, pergilah kau ke pemilik budak itu dan katakanlah: Saya membawa satu surat dari seorang pembesar mulia yang ditulis dengan bahasa dan tulisan yang penuh kecintaan dan kelemahlembutan dimana beliau dalam surat ini telah menggambarkan kemuliaan, kedermawanan dan kesetiaan dirinya. Di saat itu, berilah surat ini kepada budak itu. Jika setelah membaca surat ini, budak itu rela terhadap penulisnya, maka katakan kalau engkau diutus oleh pembesar tadi untuk membeli budak itu.
Basyar bin Sulaiman berkata: Semua yang diperintahakan Imamku, Imam Al-Hadi as berkenaan dengan budak itu aku lakukan. Ketika budak itu melihat surat Imam Al-Hadi (ayahnya Imam Hasan Zaki Al-Askari as) tanpa sadar ia menangis. Lalu berkata kepada Umar bin Yazid: Juallah aku kepada pemilik surat ini dan aku bersumpah jika engkau tidak menjualku kepadanya, akan kumusnahkan diriku.
Basyar berkata: Setelah kejadian ini, aku tawar-menawar dengan penjual budak mengenai harganya sampai ia rela dengan harga yang telah ditentukan oleh Imam Al-Hadi as. Akhirnya, penjual budak itu mengambil uang dariku dan aku mengambil budak itu darinya dalam keadaan senyum. Lalu aku bawa ke Baghdad. Ia kelihatan gelisah dan tidak tenang, lalu mengeluarkan surat Imam dari kantongnya dan diciuminya, diletakkan di dahinya dan diusapkan ke badannya.
Aku berkata kepada budak itu dengan penuh heran: Bagaimana engkau menciumi surat yang pemiliknya tidak kau kenali? Ia menjawab: Engkau belum pernah merasakan keagungan dan kebesaran keluarga para Nabi. Perhatikan pembicaraanku dengan betul sehingga engkau kenal siapa aku! Aku adalah Malikah, putri Yasyu'a, putri Kaisar Rum dan ibuku dari keturunan Hawariyun yang disandarkan kepada Syam'um washinya Nabi Isa as.
Sekarang aku akan membuat
engkau terheran-heran dengan masalah ini. Kakekku adalah Kaisar Rum dan aku
pada usia tiga belas tahun dikawinkan dengan anak saudaranya. Tiga ratus orang
dari cucu Hawariyun, pendeta dan Rahib, tujuh ratus orang dari pegawai dan
empat ribu orang dari pembesar kabilah berkumpul di istana. Saat itu Kaisar
menyuruh untuk mengambil singgasana yang sudah terhiasi dengan aneka ragam
permata di zaman kekuasaannya. Singgasana itu memiliki 40 puluh tangga di mana
anak saudaranya duduki di ujungnya.
Di saat inilah salib-salib dipasang, para uskup melingkarinya dan para pendeta membacakan Injil. Tiba-tiba salib-salib itu berjatuhan ke tanah dan kaki-kaki singgasana tadi patah dan keponakan raja itu jatuh tertindih singgasana. Semua pendeta gemetar ketakutan menyaksikan kejadian ini. Pembesar mereka berkata kepada kakekku: Tuanku, maafkan kami atas kejadian ini. Sebab, tampak dari pernikahan ini kejelekan. Kakekku melakukan istikharah, tapi hasilnya buruk. Kemudian berkata kepada para pendeta: Angkatlah singgasana ini untuk yang kedua kalinya dan pasanglah salib-salib itu di tempatnya lalu hadirkan saudara dari mempelai lelaki yang sial sebagai ganti darinya dimana ia yang akan menjadi suami gadis ini. Barangkali nasib baikya bisa menolak dan menepis kejelekan-kejelekan ini.
Perintah kakekku
dilakukan, namun kejadian sebelumnya terulangi lagi. Setelah kejadian ini,
semua orang balik ke rumahnya masing-masing dan kakekku masuk ke istananya
dalam kondisi sedih dan tabir-tabir pada berjatuhan.
Malam itu juga aku bermimpi melihat Nabi Isa as, Syam'um dan sebagian dari Hawariyun berkumpul di istana kakekku dan membangun mimbar persis di tempat singgasana kakekku. Saat itulah Nabi Muhammad saw beserta rombongan pemuda dan keluarganya masuk untuk menemui mereka. Nabi Isa as pergi menyambut beliau dan satu sama lain saling berpelukan. Nabi saw berkata kepada Nabi Isa as: Wahai Ruhullah, kami datang untuk menikahkan Malikah, putri washi-mu, Syam'um dengan anakku (beliau menunjuk Imam Hasan Zaki Al-Askari as, Imam Ke-11, pemilik surat ini).
Setelah itu Nabi Isa menoleh ke arah Syam'um dan berkata: Kebanggaan dua alam telah kau miliki. Adalah kemuliaan bagimu ketika dapat menyambung tali kekeluargaan dengan Muhammad saw. Sya'um menjawab: Ini akan aku lakukan. Di saat itu Nabi saw naik mimbar menyampaikan khotbahnya dan menikahkan aku dengan Imam Hasan Zaki Al-Askari as, sementara Nabi Isa as dan keluarga Rasulullah saw serta Hawariyun menjadi saksi pernikahan itu.
Ketika aku bangun tidur, karena aku kawatir akan terbunuh, aku tidak ceritakan mimpiku kepada ayah dan kakekku dan rahasia ini aku simpan dalam dadaku. Bara cinta kepada Imam Hasan Al-Askari as membakar hatiku sampai aku lupa makan dan minum. Setiap hari badanku bertambah kurus sehingga aku jatuh sakit. Kakekku memanggil semua dokter Rum utuk mengobatiku, namun mereka tidak berhasil. Setelah kakekku merasa putus asa dengan pengobatanku, pada suatu hari ia berkata kepadaku: Sayangku, apakah hatimu tidak ingin harta hingga aku penuhi?
Aku menjawab, kakekku sayang, aku sengaja tutup pintu-pintu pengobatanku. Jika engkau perintahkan mereka untuk menghentikan penyiksaan terhadap para tawanan Muslim yang ada di penjara-penjaramu dan kau lepaskan belenggu dan rantai-rantai dari tangan dan kaki mereka serta kau keluarkan hukum pembebasan mereka, insya Allah Nabi Isa dan ibunya akan memberikan kesembuhan kepadaku.
Setelah kakekku menuruti permintaanku, aku sedikit mendapatkan kesembuhan dan sedikit-sedikit aku mulai makan. Kakekku sangat senang dan melakukan penghormatan kepada para tawanan. Empat malam setelahnya, aku bermimpi melihat Sayyidah Fatimah as bersama Sayyidah Maryam putri Imran dan seribu bidadari surga datang menjengukku. Sayyidah Maryam berkata kepadaku: Wanita mulia ini adalah Sayyidah Zahra' as, ibu suamimu Imam Hasan Al-Askari. Aku pegang tangan Zahra' yang suci sambil aku meneteskan air mata.
Aku katakan kepadanya:
Anakmu Hasan Al-Askari bersikap dingin terhadap diriku dan tidak mau melihatku.
Fatimah Az-Zahra' as menjawab: Bagaimana anakku mau menemuimu sementara kau
menyekutukan Tuhan dan mengikuti agama Tarsayan yang saudariku Maryam merasa
tidak menerima agama ini dan agamamu. Kalau engkau ingin diridhai Allah, Nabi
Isa dan Maryam, dan Imam Hasan Al-Askari as mau melihatmu, maka katakan:
"Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah." Ketika
aku mengucapkan kalimat ini, pemimpin wanita alam itu langsung memelukku dan
aku gembira sekali. Lalu beliau berkata kepadaku: Sekarang tunggulah anakku,
aku akan kirim kepadamu.
Selepas bangun tidur, aku berkata kepada diriku sendiri: Betapa nikmatnya bertemu dengan Abu Muhammad as. Malam berikutnya, aku bermimpi melihat Imam Hasan Al-Askari as datang kepadaku dimana seakan aku berkata kepada beliau: Hai kasih pujaanku, setelah hatiku kau jadikan tawanan cintamu, kenapa aku tidak boleh menemuimu? Beliau menjawab: Ketidakhadiranku karena kemusyrikanmu. Nah sekarang kau sudah Muslim, maka setiap malam aku akan hadir di sisimu sampai Allah Yang Maha Kuasa menyatukan aku dengan dirimu. Sejak itu sampai sekarang beliau selalu menemuiku.
Basyar berkata: Aku bertanya kepadanya (Malikah): Bagaimana engkau bisa berada di tengah-tengah para tawanan? Ia menjawab: Imam Hasan Al-Askari as pada suatu malam pernah berkata kepadaku: Kakekmu pada suatu hari akan mengirim pasukan untuk memerangi kaum Muslim dan engkau sebagai budak-tanpa dikenali oleh mereka- akan bergabung dengan mereka. Beliau menentukan kepadaku jalan yang harus dilewati, lalu aku menurutinya.
Para tentara Islam
berhadap-hadapan dengan kami dan akhirnya kami menjadi tawanan mereka. Jadi,
singkatnya, aku adalah orang yang pernah engkau lihat dan sampai sekarang tidak
satupun selain engkau yang tahu kalau aku putri Kaisar Rum. Dalam kelompok
tawanan, aku bergabung dengan seorang lelaki tua. Dia bertanya namaku, aku
jawab: Namaku Narjis. Nama ini adalah nama seorang budak, sahut lelaki itu.
Basyar melanjutkan: Aku berkata kepada budak itu, menakjubkan sekali, engkau yang dari Rum bisa berbahasa Arab. Ia Menjawab: Kakekku atas dasar kecintaannya kepadaku betul-betul mendidikku (mengajariku setiap ilmu). Oleh karena itu, ia menunjuk perempuan penerjemah untuk mengajariku bahasa Arab pagi dan malam, sehingga akhirnya aku menguasai bahasa tersebut.
Basyar berkata: Aku membawa wanita mulia ini ke Surro Man Ro'a (Samarra) dan menyerahkannya kepada Imam Al-Hadi as. Beliau memandangi wanita itu sambil berkata: Lihatlah, bagaimana Allah SWT menunjukkan kepadamu tentang kemuliaan agama Islam dan kerendahan agama Nasrani serta keagungan ahlul baiyt as? Ia menjawab: Wahai cucu Rasulullah, bagaimana aku bisa menjelaskan satu perkara yang Anda lebih tahu dariku. Imam Al-Hadi as menjawab: Aku ingin menyenangkan kamu dengan dua hal. Apakah hadiah 10 ribu Asyrafi (mata uang) lebih menggiurkan dirimu, ataukah kamu lebih bangga dengan upah yang kekal?
Ia menjawab: Berilah aku upah yang membuatku gembira selama-lamanya.
Kamu akan dikaruniai anak
yang akan menguasai dunia dan menghiasinya dengan keadilan dimana sebelumnya sudah
penuh dengan kelaliman.
Anak yang akan menjadi
kebangganku dari keturunan siapa?
Dari orang yang Rasulullah
saw pada malam tertentu dan tahun tertentu di Rum telah memikatkan kamu
dengannya.
Apakah dari keturunan Isa dan
washi-nya?
Isa dan washi-nya menikahkan
kamu dengan siapa?
Menikahkan aku dengan anak
Anda, Imam Hasan Al-Askari as?
Apakah kau kenal anakku?
Sejak malam itu dimana aku
menjadi Muslim di tangan wanita termulia (Zahra' as) ia setiap malam selalu
hadir di sisiku.
Kemudian Imam Al-Hadi as
menyuruh Kafur, pembantunya, untuk memangil Hakimah (saudari beliau). Setelah
Hakimah hadir, Imam Al-Hadi as berkata kepadanya: Inilah budak yang sering aku
ceritakan, bawalah ia ke rumah dan ajarilah hukum-hukum agama. Dialah yang akan
menjadi istri Imam Hasan Al-Askari dan ibu Al-Qoim (Imam Zaman as).
Semua yang telah diceritakan di atas adalah keseluruhan dari kejadian yang diriwayatkan oleh Syaikh Shaduq, Tabari dan Syaikh Thusi berkenaan dengan nama dan nasab istri Imam Hasan Al-Askari as. Dari cerita ini kita bisa menarik beberapa poin di bawah ini:
[1] Nama wanita itu adalah
Malikah dan ayahnya bernama Yasyu'a, anak Kaisar Rum.
[2] Pada suatu malam, Imam
Al-Hadi as, anaknya (Imam Hasan Al-Askari as) dan saudarinya (Hakimah)
bersama-sama musyawarah tentang pernikahan Imam Hasan Al-Askari. Untuk
melakukan pekerjaan ini, mereka mengirim seseorang kepada Basyar bin Sulaiman
Nakhas.
[3] Wanita itu sudah balig dan bahkan usianya sudah mencapai 13 tahun.
[3] Wanita itu sudah balig dan bahkan usianya sudah mencapai 13 tahun.
[4] Dia wanita pintar,
ahli sastra dan bisa berbahasa Arab.
[5] Waktu menjadi tawanan
ia sudah Muslim.
[6] Imam Hadi as menyerahkan wanita itu kepada Hakimah supaya diajari hukum-hukum agama.
[6] Imam Hadi as menyerahkan wanita itu kepada Hakimah supaya diajari hukum-hukum agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar