(Gambar: Parade Militer Republik Islam Iran)
Seorang
anak datang kepada khalifah Umar bin Khattab untuk mengadu. Dia berkata: “Ibuku
menahan warisan dari ayahku, dengan alasan bahwa aku bukanlah anaknya, sehingga
aku tidak memperoleh warisan itu.” Kala itu khalifah Umar mendatangkan ibunya,
lalu berkata kepadanya: “Mengapa kamu mengingkari anakmu?” Si Perempuan
berkata: “Dia bohong! Aku mempunyai saksi bahwa aku masih perawan dan aku belum
pernah menikah.” “Mana saksi-saksimu?” tanya Umar.
Perempuan
itu pun mendatangkan 7 orang, yang semuanya bersaksi bahwa si Perempuan memang
belum menikah. Tapi si anak masih membela diri dan berkata: “Aku punya bukti
yang akan aku jelaskan, mudah-mudahan Anda memahaminya.” Umar berkata: “Katakan
sesukamu!” “Ayahku sudah tua, namanya Sa`ad bin Malik “jelas si Anak. “Aku
dilahirkan pada musim panas. Selama dua tahun aku disusui dengan susu kambing.
Ketika aku dewasa, ayahku pergi bersama suatu rombongan. Tapi ia tidak kembali.
Menurut kabar, ia telah meninggal di perjalanan. Ketika ibuku mendengar berita
ini, ia mengingkariku dan menjauhiku”.
“Sekarang
aku terdesak kebutuhan.” Umar berkata, “Ini perkara sulit. Mari kita pergi
kepada Abal Hasan (Ali Bin Abi Thalib karramallahu wajhah)!” Di rumah Imam Ali,
si Anak menceritakan duduk perkaranya kepada Ali Bin Abi Thalib karramallahu
wajhah. Demikian pula si Perempuan ditanya, dan Imam Ali mendengarkan
pembelaannya. Kepada Imam Ali, perempuan itu menjelaskan hal yang sama.
“Wahai
Amir al Mukminin”, kata si Perempuan kepada Imam Ali, “aku seorang perawan. Aku
tidak punya anak dan belum tesentuh oleh laki-laki.” Sayidina Ali berkata lagi
kepadanya: “Jangan bicara terlalu panjang. Aku adalah putra Paman-nya Bulan
Purnama (Rasulullah). Sungguh aku tahu kejadian yang sebenarnya.” Perempuan itu
masih membela diri dan berkata: “Datangkanlah seorang bidan, biar dia memeriksa
saya, apakah saya masih perawan atau tidak.”
Imam
Ali berkata bahwa ia berkenan memenuhi permintaan perempuan tersebut dengan
mendatangkan bidan. Kepada pembantunya Imam Ali berkata: “Qonbar, datangkanlah
seorang bidan!” “Baiklah, ya Amir al Mu’minin!” Jawab Qonbar. Usai pemeriksaan
keperawanan di kamar tertutup, bidan itu keluar dan berkata: “Benar ya Amir al
Mu’minin, dia masih perawan.” Imam Ali berkata: “Bidan ini berbohong,
periksalah dia, dan ambil gelang darinya!”
Kemudian
si bidan diperiksa, dan ditemukan sebuah gelang diselipkan di pundaknya. Itu
adalah gelang sogokan (suap –gratifikasi) dari perempuan tadi. Sebelum
diperiksa, perempuan tadi menyerahkan gelang emas kepada si bidan dan berkata:
“Saksikanlah dan katakanlah kepada Amir al Mu’minin (–Ali) bahwa aku perawan.”
Kini
perempuan itu dihadapkan kembali kepada Imam Ali: “Wahai Perempuan, aku adalah
sarang ilmu kenabian, penghias dan hakim agama. Aku ingin mengawinkan kamu
dengan anak muda ini!” Perempuan tadi tersentak dan sontak berkata: “Tidak! Yaa
Amir al Mu’minin, apakah Anda ingin membatalkan syariat Muhammad? Dia itu
anakku!” Imam Ali berkata: “Datanglah kebenaran, sirnalah kebatilan. Rahasiamu
telah terbuka. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?” Perempuan itu menyesali
dirinya, lalu ia berkata: “Aku takut dengan warisan, yaa Amir al Mu’minin!”
Imam Ali berkata: “Mintalah ampun dari Allah, bertaubatlah kepadaNya!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar