Oleh Marsda TNI Pur. Prayitno Ramelan (pemerhati militer dan politik
global)
Dalam konferensi pers
setelah mengikuti pertemuan puncak KTT G8 di Irlandia Utara yang dilaksanakan
tanggal 17-18 Juni 2013, Presiden Rusia Putin menyindir negara Barat dan PM
Inggris David Cameron. Putin menyatakan bahwa mempersenjatai pemberontak Suriah
bisa seperti memberikan senjata ke tangan jenis orang-orang yang membunuh
Drummer Lee Rigby di London baru-baru ini. Rigby adalah anggota dari 2nd
Battalion The Royal Regiment of Fusiliers yang dibunuh oleh dua warga Inggris
keturunan Nigeria, Michael Adebolajo (28) dan Michael Adebowale (22). Keduanya
menyatakan pembunuhan korban sebagai tentangan mereka atas tindakan pasukan
Inggris di negara-negara muslim.
Putin mengatakan dengan
jelas bahwa oposisi bukanlah seperti itu, tetapi banyak dari mereka yang persis
sama dengan orang-orang yang melakukan pembunuhan di London itu. Jika kita
membekali orang-orang seperti ini, jika kita mempersenjatai mereka, siapa yang
akan mengontrol dan memverifikasi pemilik senjata tersebut. Karena itu keputusan
Barat mempersenjatai pemberontak Suriah sangatlah berbahaya, tegas Putin.
Saat ditanya tentang
keputusannya untuk terus memasok senjata kepada pemerintah Suriah, Putin
menjelaskan langkah Rusia tidak lebih dari hanya menyelesaikan kontrak hukum
pembelian senjata pemerintah Suriah Bashar al-Ashad beberapa tahun yang lalu
yang belum dipenuhi.
Para pejabat AS
mengumumkan pada hari Kamis (20/6) bahwa Presiden Obama telah menyetujui
pengiriman senjata kepada kelompok militan di Suriah untuk pertama kalinya.
Deputi penasehat keamanan nasional Presiden AS, Benjamin J. Rhodes mengatakan
bahwa AS mampu memberikan persenjataan “tidak hanya ke negara itu,” tapi “ke
tangan yang tepat”, kata Rhodes.
AS akan mengirimkan
peralatan tempur ke kelompok militan Suriah melalui Pangkalan AU Turki Incirlik
, yang secara teknis adalah sebuah pangkalan udara NATO, disamping melalui
Yordania. Pada hari Minggu, Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan bahwa
tentara AS akan menempatkan di Yordania jet tempur F-16 disamping mendislokasikan
rudal Patriot.
Menhan AS menjelaskan,
”Salah satu kargo ini terdiri dari alat-alat militer ringan dan semi-berat,
peralatan dan senjata tentara AS telah dikumpulkan dan dikumpulkan di Kandahar
Base dan direncanakan akan dikirim untuk pejuang pemberontak di Suriah melalui
udara dan kargo laut dari Turki dan Jordan.” Senjata-senjata dan sistem senjata
yang akan dikirim termasuk senjata anti tank dan sistem rudal, peluncur roket
dan roket serta puluhan Humvee lapis baja. Ahli strategi perang senior di Pentagon
percaya bahwa mereka dapat mengubah adegan perang di Suriah untuk kepentingan
kelompok pemberontak dengan bantuan kargo tersebut, khususnya dengan
diberikannya sistem rudal panggul dan kendaraan Humvee multiguna.
Para ahli militer
mengatakan, tampaknya AS telah memutuskan mengubah strategi perang di Suriah
dan membuka front baru di negara tersebut. Para analis juga mengatakan bahwa
Perancis juga telah memasok pemberontak di Suriah dengan peluru kendali (rudal)
anti pesawat udara Igla buatan Rusia, dan bahkan melatih mereka bagaimana
menggunakan sistem tersebut.
Para pemimpin
negara-negara Barat serta khususnya Israel di satu sisi kini menjadi sangat
khawatir dengan keputusan Rusia yang akan mengirimkan peluru kendali canggih
S-300 kepada pemerintahan Bashar al-Assad. Pemerintahan Obama memperingatkan
Rusia pada hari Jumat (14/6/2013) agar Rusia tidak merusak upaya perdamaian di
Suriah dengan mengirimkan rudal tersebut. Dengan mengirim S-300 akan
memperpanjang perang sipil dan mungkin memperluas konflik dan akan melibatkan
Israel.
Amerika Serikat dan
sekutunya mendukung para pemberontak, sementara Rusia adalah sekutu lama dan
pemasok senjata ke Assad. Meskipun Assad telah lama sangat menginginkan rudal
canggih S-300, nampaknya proses akan berjalan. Rusia tetap bertekad mengirimkan
S-300 ke Suriah, walaupun pada saat lalu membatalkan pengiriman S-300 ke Iran
sebagai hasil perundingannya dengan AS. Rusia sebelumnya telah mengirimkan
versi rudal, Yakhonts, ke Suriah. Baru-baru ini rudal tersebut telah dilengkapi
dengan radar canggih yang membuatnya lebih efektif, demikian laporan pejabat
intelijen AS seperti diberitakan media.
Tidak seperti Scud dan
rudal permukaan-ke-permukaan, sistem rudal Yakhont anti kapal memberikan
militer Suriah senjata yang tangguh untuk melawan setiap upaya oleh pasukan
internasional untuk memperkuat pemberontak Suriah dengan menerapkan embargo
angkatan laut, membangun zona larangan terbang atau melakukan serangan udara
terbatas.
Kontrak sistem rudal
Yakhont ditandatangani dengan Rusia pada tahun 2007 dan Suriah menerima baterai
pertama pada awal tahun 2011. Menurut Jane’s, terdiri dari 72 rudal, 36
kendaraan peluncur, dan peralatan pendukungnya. Panjang rudal sekitar 22 kaki
panjang, membawa hulu ledak tinggi atau armor-piercing, dan memiliki jangkauan
sekitar 180 kilometer.
Para pejabat Rusia telah
berulang kali mengatakan bahwa dalam menjual senjata ke Suriah, mereka hanya
memenuhi kontrak-kontrak lama. Tetapi beberapa pejabat Amerika khawatir bahwa
pengiriman dimaksudkan untuk membatasi opsi Amerika Serikat yang harus memilih
untuk campur tangan dalam membantu pemberontak. Saat sebelumnya, pengiriman
rudal SA-17 permukaan-ke-udara dari Rusia ke Suriah telah diserang oleh Israel
melalui serangan udara terhadap truk yang mengangkut senjata di dekat Damaskus
pada bulan Januari tahun ini. Israel belum secara resmi mengakui serangan itu
tetapi mengatakan pihaknya siap untuk melakukan intervensi militer untuk
mencegah pengiriman senjata canggih dari Rusia. Israel lebih khawatir apabila
rudal jatuh ke tangan kelompok Hizbullah di Lebanon yang merupakan sekutu Assad
dan juga menjadi musuh abadinya.
Memang para pemberontak
Suriah tidak memiliki pesawat tempur, sistem rudal S-300 terutama ditujukan
uintuk menetralisir ancaman dari Barat atau Arab yang mungkin mencoba untuk
memberlakukan zona larangan terbang di Suriah. Ataupun juga dimaksudkan untuk
menghadang pesawat tempur Israel yang mungkin akan menyerang depo senjata kimia
Suriah.
Menteri Luar Negeri John
Kerry dan Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle mengatakan transfer
S-300 rudal dari Rusia ke Suriah akan memperpanjang perang saudara di negara
itu. Sebuah upaya yang membahayakan untuk membentuk pemerintahan transisi
melalui negosiasi , disamping juga akan melukai kepentingan strategis Israel
sebagai sekutu terdekatnya.
Nampaknya memang AS dan
sekutunya, negara-negara Arab dan Israel sangat mengkhawatirkan apabila Suriah
memiliki Rudal S-300. Rudal ini memiliki jangkauan hingga 200 kilometer (125
mil) dan mempunyai kemampuan untuk melacak dan menyerang beberapa sasaran
secara bersamaan dengan presisi yang mematikan. Para pejabat Rusia mengatakan
S-300 juga mampu menembak jatuh hulu ledak rudal balistik jarak pendek dan
menengah. Rusia menegaskan bahwa S-300 lebih unggul dengan sistem rudal Patriot
AS. Presiden Rusia, Putin pada Selasa (11/6) menggambarkannya sebagai “mungkin
senjata tersebut terbaik di dunia.”
S-300 memang belum teruji
karena belum pernah digunakan dalam pertempuran. Sementara sistem Patriot telah
terbukti hebat, karena telah teruji saat digunakan dalam Perang Teluk 1991 dan
perang di Irak 2003. Tetapi walaupun demikian teknologi perang peralatan tempur
buatan Rusia semakin hari dinilai Barat semakin canggih dan bukan tidak mungkin
mampu mengungguli peralatan buatan Barat. Oleh karena itu dengan beberapa
kombinasi kepemilikan sistem Hanud (Pertahanan Udara), laut dan darat Suriah
yang terintegrasikan dalam sebuah sistem pertahanan dari Rusia, nampaknya
wilayah udara Suriah akan dikunci dengan alutsista Rusia dan negara-negara
Barat tidak bisa menyepelekannya lagi.
Di sinilah peran kunci
sebuah teknologi persenjataan yang terintegrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar