“Suatu
ketika hiduplah seorang wanita bernama Bright –dan ia berkelana melampaui
kecepatan cahaya. Suatu hari ia berangkat, dengan kecepatan relatif terhadap
waktu, dan kembali pada malam sebelum keberangkatan” (dalam Lawrence M. Krauss,
Physics
of Star Trek)
Apa
itu teori kuantum –yang belakangan meramaikan jagat sains? Fisika kuantum
awalnya dikembangkan oleh Max Planck untuk mengenali sifat atom. Mulanya, pengembangan
kuantum dilakukan sebagai upaya untuk menjawab berbagai fenomena yang tidak
mampu dijelaskan oleh Fisika Klasik yang dipelopori Isaac Newton melalui teori
gravitasinya. Namun, seiring perkembangan waktu, teori ini justru menjadi
fenomena baru yang mendorong ke arah fisika modern.
Fisikawan
jenius yang kemudian amat masyhur di abad ke-20, yaitu Albert Einstein,
memperkenalkan teori relativitas yang awalnya berbentuk teori relativitas
khusus (disebut khusus karena dibatasi oleh karakter tertentu agar dapat
berlaku) menjadi teori relativitas umum. Teori relativitas umum mampu
menjelaskan berbagai fenomena alam semesta terkait gravitasi dan menjawab
pertanyaan mengenai “orbital merkurius” yang cenderung berbeda dengan
planet-planet lainnya di tata-surya.
Tak
disangka, fenomena teori relativitas memunculkan penjelajahan baru dan luas di
bidang fisika dimana ukuran materi penelitian berada pada skala atomik. Sejumlah
fisikawan lain pun, seperti Niels Bohr, Wolfgang Pauli, Erwin Shcroedinger,
Werner Heisenberg, kemudian mencunulkan alias melahirkan ragam teori baru yang
membuka cakrawala akan pemikiran pada skala atomik tersebut.
Seiring
dengan perkembangan teori dan hasil penelitian di bidang kuantum inilah, para
ilmuwan kuantum mendapati fakta yang sulit diterima pada akal sehat dimana
energi kuantum mengandung unsur probabilistik, tidak memenuhi konsep
separabilitas dan lokalitas. Dan Albert Einstein, yang merupakan dedengkot
penelitian kuantum itu pun, tidak bisa menerima kenyataan bahwa teori kuantum
ternyata tidak bersifat deterministik sebagai ungkapannya yang terkenal: “Tuhan
tidak sedang bermain dadu”.
Di
kemudian hari, Albert Einstein menerbitkan makalah tentang percobaan imajiner
dengan meminta kita membayangkan setumpuk serbuk mesiu, karena ketidakstabilan
beberapa partikel, akan terbakar suatu ketika. Di sini, persamaan mekanika
kuantum menjelaskan paduan antara sistem yang belum dan sudah meledak. Namun
kenyataannya belum tentu seperti itu. Karena dalam kenyataan, tidak ada kondisi
perantara antara meledak dan belum meledak.
Analogi
serbuk mesiu tersebut ternyata mendorong alias memotivasi kuriositas Erwin Schrodinger
mengeluarkan ide eksperimen yang ternyata lebih meyakinkan dibanding analogi
serbuk mesiu Albert Einstein. Dan berikut eksperimen imajiner ala Schrodinger:
“Anggaplah
terdapat seekor kucing yang terkurung dalam ruang baja, bersama alat pencacah
Geiger (pengukur radiasi ionisasi) yang diberi sedikit zat radioaktif yang
sangat sedikit. Dalam satu jam, salah satu atom meluruh, tetapi juga
kemungkinan tidak. Jika atom meluruh, tabung pencacah tersebut melepas muatan
zat yang melalui relai yang terhubung sehingga mendorong palu di dalam ruang
baja untuk memecahkan tabung percobaan kecil berisi asam hidrosianida. Jika
ruang baja tersebut dibiarkan selama satu jam, kita akan mengatakan bahwa
kucing itu masih hidup jika saat itu tidak ada atom yang luruh. Fungsi-psi
seluruh sistem tersebut akan menunjukkan hal ini dengan kucing mati dan hidup
yang tercampur atau tumpang tindih di dalamnya.”
Eksperimen
imajiner Erwin Schrodinger ini pun sontak menjadi fenomena yang mengejutkan di
dunia fisika karena mempertanyakan realitas teori kuantum yang cenderung tidak
rasional terhadap dunia nyata. Berdasarkan pemahaman teori kuantum yang saat
itu sedang berkembang, kucing akan berada pada kondisi hidup dan mati sekaligus
sampai diamati kondisi yang sebenarnya terjadi pada kucing.
Dan
seperti kita tahu, hingga saat ini belum pernah dilakukan eksperimen sebenarnya
yang berbentuk kucing, tikus, atau bahkan kutu. Namun pemikiran Erewin Schrodinger
mendorong eksperimen lain di bidang fisika kuantum untuk membuktikan karakter
fisika kuantum sebenarnya berdasarkan rekonstruksi eksperimen-eksperimen
imajiner yang dilakukan oleh Einstein dan Schrodinger.
Singkatnya,
terdapat berbagai interpretasi terhadap eksperimen analogi yang dilontarkan
Schrodinger. Teori ini menimbulkan paradoks yang bahkan menimbulkan pemikiran
ruang dan waktu yang bersifat paradoks –dimana setiap kejadian memiliki alternatif
kejadian berikut yang berbeda. Pemahaman tersebut memungkinan seseorang
memiliki berbagai alternatif jalan hidup dengan kombinasi cerita yang
berbeda-beda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar