“Bisa jadi –alias ada
kemungkinan, kata-kata Arab Suku Quraisy diambil dari nama raja Persia Koresh
yang memang “the Great”, ”Agung”, “Magnus” dalam arti sebenarnya yang dekat
dengan wilayah Arab”
Cyrus II of Persia (600 BC
atau 576-530 SM) alias Zulkarnain umumnya dikenal sebagai Cyrus The Great
(Koresh dalam bahasa Ibrani), adalah pendiri Kekaisaran Persia dan dinasti
Achaemenid. Para sejarahwan menyatakan bahwa dia adalah Raja Dzulqarnain yang
tercantum dalam al Qur’an. Karirnya dimulai sebagai pejabat rendahan di wilayah
bagian barat daya Iran, lalu mendapat banyak kemenangan lewat pertempuran dan
menyatukan tiga kerajaan besar terdahulu yaitu Median, Lydian dan
Neo-Babilonia. Di bawah pemerintahannya, kekaisaran Persia menguasai berbagai
kerajaan kuno sebelumnya yang terbentang mulai dari Timur Dekat, diperluas
hingga akhirnya menaklukkan sebagian besar Asia Barat Daya dan sebagian besar
Asia Tengah, sebagian dari Eropa dan Kaukasus. Kekaisaran ini diperluas ke
Turki, Israel, Georgia dan Arabia. Di arah barat, ke Kazakhstan, Kirgistan,
Sungai Indus (Pakistan) dan Oman di timur. Dari laut Mediterania dan Hellespont
di barat sampai Sungai Indus di timur.
Zulkarnain atau Cyrus
Agung menciptakan kekaisaran terbesar di dunia pada masanya dan ratusan tahun
sesudahnya. Ia menghormati adat istiadat dan agama dari wilayah yang dia
taklukan. Para sejarahwan menyebutkan bahwa dalam sejarah dunia, kerajaan
Persia yang didirikan oleh Cyrus atau Zulkarnain ini merupakan model yang
sangat sukses untuk sistem administrasi terpusat serta pemerintahan yang
bekerja dengan partisipasi rakyatnya. Tak hanya itu saja, Zulkarnain atau Cyrus
Agung juga diakui prestasinya dalam kepeloporannya sebagai pencetus dan pendiri
Hak Asasi Manusia, politik, dan strategi militer, ribuan tahun sebelum Eropa
menemukan khazanah Zulkarnain dan lalu menjadikannya sebagai bahan utama kajian
mereka. Dengan demikian, pengaruh Zulkarnain pada peradaban Timur dan Barat
merupakan warisan humanisme dan peradaban yang besar, selain tentu saja,
berpengaruh luas di dunia kuno, bahkan Athena maupun China kuno banyak
mengadopsi aspek-aspek budayanya dalam pertukaran budaya mereka.
Sejumlah Wilayah Taklukan
Median Empire (Madyan) (Zona Perang
: Revolusi Persia, Pertempuran Hyrba, Pertempuran Perbatasan Persia, dan
Pertempuran Pasargadae)
Meskipun ayahnya meninggal
pada 551 SM, Cyrus Agung telah berhasil naik takhta di 559 SM, namun, Cyrus
belum menjadi penguasa independen. Seperti pendahulunya, Cyrus harus mengakui
penguasa kolonialnya yaitu Median. Di sini, menurut sejarahwan Herodotus, Cyrus
bersama Harpagus yang adalah sahabat sekaligus penasihatnya, menggerakkan
rakyat Persia untuk memberontak melawan tuan-tuan feodal mereka, orang Median.
Ada kemungkinan bahwa baik Harpagus maupun Cyrus memberontak karena
ketidakpuasan mereka dengan kebijakan Astyages, raja Median yang lalim. Awal
pemberontakan itu terjadi di musim panas 553 SM, Harpagus dan Cyrus, memimpin
tentara melawan orang Madai hingga penaklukan Ecbatana pada tahun 549 SM, yang
secara efektif meruntuhkan Kekaisaran Median.
Setelah Zulkarnain atau
Cyrus Agung menerima mahkota Median 546 SM, ia secara resmi diberi gelar “Raja
Persia” sebagai pengganti Astyages. Semua pengikut Astyages (termasuk banyak
kerabat Cyrus) sekarang di bawah komandonya. Pamannya Arsames, yang sebelumnya
menjadi raja negara-kota Madai Parsa juga harus menyerahkan tahtanya.
Pengalihan kekuasaan ini tampaknya terjadi secara damai, dan Arsames masih
tetap menjadi gubernur.
Lydian Empire dan Asia Minor
(Zona Perang : Pertempuran Pteria, Pertempuran Thymbra, dan Pengepungan dari
Sardis (547 SM)
Tanggal yang tepat dari
penaklukan Lydian tidak diketahui, tetapi terjadi antara penggulingan kerajaan
Median (550 SM) dan penaklukkan Babilonia (539 SM). Lydian pertama kali
menyerang kota-kota Kekaisaran Persia yang waktu itu baru memulihkan diri pasca
peperangan Median, melalui Pteria di Kapadokia. Raja Croesus dari Lydian
mengepung dan merebut berbagai kota lalu memperbudak penduduknya. Sementara
itu, Persia mengundang warga Ionia yang merupakan bagian dari kerajaan Lydia
untuk memberontak terhadap penguasa mereka. Tawaran itu ditolak, akhirnya
Cyrus-Zulkarnain menggerakkan tentaranya menuju Lydian. Pertempuran Pteria secara
efektif menemui jalan buntu, dengan kedua belah pihak menderita kerugian berat.
Namun Croesus berhasil dipukul mundur ke Sardis.
Sementara di Sardis,
Croesus mengirim permintaan pada para sekutunya untuk mengirimkan bantuan
kepada Lydia. Sayangnya, menjelang akhir musim dingin, sebelum bisa menyatukan
sekutu, Cyrus Agung atau Zulkarnain ini mendobrak ke wilayahnya dan Croesus
terkepung di ibukotanya, Sardis. Sesaat sebelum Pertempuran akhir di Thymbra
antara dua penguasa, Harpagus sang penasihat menyarankan Cyrus Agung untuk
memposisikan unta-unta Arab di garis depan pasukannya. Kuda-kuda Lydian yang
tidak tahan dengan bau unta-unta itu akan sangat takut. Strategi ini ternyata
efektif hingga kavaleri Lydia tercerai-berai dan mengalami kekalahan telak di
tangan pasukan Zulkarnain (Cyrus Agung). Cyrus menangkap Croesus dan menduduki
ibukota Sardis. Kerajaan Lydia takluk di 546 SM.
Sebelum kembali ke
ibukota, seorang Lydian bernama Pactyas dipercayakan oleh Cyrus Agung untuk
mengirim harta rampasan perang ke Persia. Namun, segera setelah keberangkatan
Cyrus, Pactyas menyewa tentara bayaran dan menyebabkan pemberontakan di Sardis
terhadap Gubernur Persia-Lydia yang bernama Tabalus. Cyrus kemudian mengirim
Mazares, salah seorang komandan, untuk memadamkan pemberontakan dengan perintah
menangkap Pactyas hidup-hidup. Setibanya Mazares di Sardis, Pactyas melarikan
diri ke Ionia, tempat ia menyewa tentara bayaran. Komandan Mazares lalu
mengerahkan pasukannya ke negara Yunani dan menaklukkan kota-kota Magnesia dan
Priene. Akhir hidup Pactyas tidak diketahui, tapi ia kemungkinan tertangkap
Cyrus dan dihukum mati.
Mazares melanjutkan
penaklukan Asia Minor tapi meninggal karena penyebab yang tidak diketahui
selama pengerahan pasukan di Ionia. Cyrus mengirim Harpagus, untuk
menyelesaikan penaklukan Mazares di Asia Kecil. Harpagus menaklukkan Lycia,
Sisilia dan Phoenicia, menggunakan strategi “Building Earthworks” untuk
mengepung dan menembus benteng kota, sebuah metode perang yang masa itu tidak
diketahui oleh orang Yunani. Ia mengakhiri penaklukan pada 542 SM dan kembali
ke Persia.
Neo-Babilonia Empire (Zona
Perang: Pertempuran Opis)
Tahun 540 SM, Cyrus
menaklukkan Elam (Susiana) dan ibukotanya, Susa. Konflik dimulai pada musim
dingin 540 SM, awal Oktober. Cyrus sang Zulkarnain berjuang dalam pertempuran
di Opis, kota strategis di dekat sungai Tigris, sebelah utara Babilon. Tentara
Babel itu ditaklukkan pada 10 Oktober. Berikutnya Kota Sippar takluk tanpa
pertempuran. Ini kemungkinan adalah berkat negosiasi Cyrus dengan para jenderal
Babel untuk mendapatkan kompromi demi menghindari konfrontasi bersenjata.
Nabonidus, Raja Babilon yang tinggal di kota Sippar pada waktu itu segera
melarikan diri ke ibukota Babel, yang tidak dikunjunginya selama
bertahun-tahun.
Dua hari kemudian, pada 7
Oktober (kalender Gregorian), Gubaru, salah seorang jenderal Babilon yang
memihak Cyrus mengerahkan pasukan masuk ke ibukota Babel, lagi-lagi tanpa ada
perlawanan dari tentara Babel. Herodotus menjelaskan bahwa Persia, memanfaatkan
kanal yang dibangun oleh Nitokris, Ratu Babilon sebelumnya untuk melindungi
Babel terhadap serangan Median, dialihkan ke sungai Efrat sehingga air turun
“setinggi paha pria”. Hal ini memungkinkan pasukan invasi untuk berbaris
langsung melalui sungai, menembus benteng kota Babel di malam hari. Pada
tanggal 29 Oktober, Cyrus sendiri masuk kota Babel dan menahan Nabonidus.
Sebelum invasi Cyrus ke Babel, Kekaisaran Babilonia telah menaklukkan banyak
kerajaan. Setelah mengambil alih Babel, Cyrus Agung menyatakan dirinya “Raja
Babilon, Raja Sumeria dan Akkad, Raja dari empat penjuru dunia”. Pada akhir
pemerintahan Cyrus, Kekaisaran Persia Dinasti Achaemenid membentang dari Asia
Kecil di barat ke daerah barat laut India di timur. Sebuah masa paling gemilang
dalam sejarah Bangsa Persia, masa sebuah bangsa di bawah pemimpin agung:
penakluk, ahli strategi, humanis, seorang raja yang berpaham monotheis, yang
dalam al Qur’an disebut Zulkarnain.
Siapakah Cyrus Zulkarnain?
Sampai saat ini mungkin
sebagian besar dari kita masih belum secara pasti mengetahui siapa Dzulqarnain
itu. Disebutkan bahwa Dzulqarnain di dalam Surah Al Kahfi adalah Raja Koresh
(Kurush) atau juga dikenal dengan Cyrus II Raja Persia, hal tersebut berdasar
pada alasan-alasan berikut ini:
[1] Kata Dzulqarnain yang berbentuk kiasan “mempunyai dua
kekuasaan atau kerajaan” atau “dua tanduk” artinya seorang penguasa atau raja
yang memiliki atau terbentuk dari 2 kerajaan. Dalam sejarah kita mengetahui
bahwa Kerajaan Koresh (Persia) dibentuk dengan menyatukan 2 kerajaan sebelumnya
yaitu kerajaan Media dan Anshan pada tahun 549 SM.
[2] Dalam Kitab Daniel pada Perjanjian Lama disebutkan
perumpamaan “Domba” bertanduk 2 yang menanduk ke barat dan timur. Nabi Daniel
dengan jelas menyebutkan itu adalah raja Persia yang terbentuk dari Media dan
Anshan.
“Vision” dari Nabi Daniel
tentang biri-biri jantan bertanduk dua, yang sebelah tanduknya lebih tinggi
yang datang belakangan, mengisyaratkan tanduk yang lebih rendah yaitu Media dan
tanduk yang lebih tinggi yaitu Parsi yang belakangan menjadi Imperium Parsi.
Dalam sejarah tokoh yang mendirikan Kerajaan Media dan Parsi yang kemudian
menjadi Imperium Parsi tersebut adalah Cyrus the Great (600 – 529) SM,
mendirikan Imprium Parsi (550) SM, dan memerintah (550 – 529) SM. Jadi “Vision”
dari Nabi Daniel itu mengisyaratkan bahwa Dzulqarnain adalah Cyrus the Great
[3] Dzulqarnain adalah orang beriman pada Allah, tidak
mungkin menyembah Dewa-dewa seperti halnya Alexander (Iskandar), menurut buku
yang pernah kami baca memang Koresh adalah seorang raja Muslim yang mengikuti
agama Tauhid (Monotheis) yang dibawa oleh seorang nabi Persia Zaratushtra yang
sekarang agamanya menyimpang disebut dengan Zoroaster.
Cyrus the Great penganut
yang taat dari agama Zarathustra. Di sekolah-sekolah diajarkan bahwa agama
Zarathustra menyembah Dua Tuhan, yaitu Tuhan Terang Ahura Mazda (Ormuzd) dan
Tuhan Gelap, Angra Manyu (Ahriman). Namun dewasa ini ada aliran agama
Zarathustra di Amerika yang bersemboyan: “Kembali ke Gatha”, mereka ini
berkeyakinan Zarathustra tidak mengajarkan dua tuhan, melainkan Zarathustra
mengajarkan Satu Tuhan, yaitu Ahura Mazda menciptakan Angra Manyu, seperti
Allah menciptakan Iblis (Lucifer) dalam agama Yahudi, Nashrani dan Islam. Ini
mengisyaratkan bahwa Cyrus the Great bukanlah penyembah berhala atau dewa-dewa,
melainkan beragama Tauhid (Monotheis), sehingga itulah sebabnya maka pada (538)
SM Bani Israil semuanya dikembalikan ke Yerusalem oleh Cyrus the Great. Gatha
telah dibakar habis tatkala Alexander the Great menduduki Persepolis, sehingga
Gatha hanya berupa rekaman ingatan dari para pendeta agama Zarathustra.
Alexander memperoleh gelar dari para pendeta agama Zarathustra, yaitu “yang
terkutuk”.
Alexander dari Macedonia
adalah orang yang mengakhiri pemerintahan Dinasty Persia Monotheis – Kerajaan
Persia yang ada di masa lahirnya Islam adalah peninggalan dari pecahan kerajaan
Alexander The Great (Seleucid) yang mengadopsi kepercayaan Polytheisme Yunani
kuno. Berkaitan dengan kisah Ya`juj dan Ma`juj (Gog and Magog), Dzulqarnain
disebutkan menyerbu ke barat tempat matahari terbenam. Dalam sejarah diketahui
memang raja Koresh menyerbu ke barat tepatnya kerajaan Lydia di Turki paling
barat sekarang di mana sang raja (Croesus) diampuni dan tidak dibunuhnya! Ini
terjadi pada tahun 547-546 SM. Kemudian disebutkan menyerbu ke timur yaitu
tempat matahari terbit. Dalam sejarah dengan mudah diketahui bahwa yang
dimaksud adalah bangsa India! Yang memang ia taklukkan pada 546-545 SM.
Kemudian disebutkan ke
wilayah di antara gunung-gunung di mana terdapat bangsa pengacau Ya`juj wa
Ma`juj. Dalam sejarah yang kami ketahui memang raja Koresh menyerbu wilayah
Armenia di kaki pegunungan Kaukasus pada 537 SM (setelah penaklukan Babylonia
pada 539 SM). Kita mengetahui bahwa ia membangun tembok dari campuran besi dan
tembaga yang diperkirakan berada dekat kota Derbent sekarang, ternyata bahwa
Alexander the Great tidak pernah menguasai pegunungan Kaukasus!! Encyclopedia
Columbia edisi ke-6, mencatat bahwa Derbent ditemukan pada tahun 438 oleh
bangsa Persia sebagai pertahanan yang strategis di Pintu Besi. Benteng tersebut
masih ada clan diberi nama Tembok Kaukasia (Caucasian Wall) juga disebut Tembok
Alexander. Dibangun oleh bangsa Persia (yang menemukannya) pada abad ke-6,
untuk menahan serangan pendatang-pendatang dari daerah Utara.
[4] Kita juga mengetahui bahwa Koresh dengan baik hati
mempersilahkan bangsa Yahudi kembali ke tanah Palestina setelah terusir oleh
bangsa Babil Khaldea sejak 586 SM, bahwa jarang sekali ada raja sebaik ini
dalam sejarah. Hal ini menunjukkan tingkat keimanannya.
Cyrus II inilah yg
membebaskan orang-orang Yahudi yang diasingkan di Babylonia sejak invasi
Nebuchadnezar dan mengembalikan orang-orang Yahudi ke Yerusalem untuk membangun
Bait Suci ( Bet El Makdesh ) yang kedua kalinya. Pada masa pemerintahan Cyrus
II inilah terjadi gelombang pertama kepulangan orangorang Yahudi dari
Babylonia. Cyrus II terkenal karena pemerintahannya yang adil terhadap semua
bangsa taklukannya. Cyrus II meneruskan tradisi sejak raja-raja Babylonia yaitu
membiarkan wilayah-wilayah taklukannya diperintah oleh orang lokal dan di lain
pihak mereka merekrut orang-orang pilihan dari setiap wilayah taklukannya untuk
menjadi pajabat di Istana Raja. Cyrus II juga dikenal dgn gelar ” Cyrus The
Great “
[5] Kembali pada kronologis penaklukannya dalam surah Al
Kahfi, disebutkan ke barat, timur dan ke pegunungan, dimana hal ini telah
dilakukan Koresh. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh Alexander the Great yang
asalnya dari barat!
[6] Alexander sesungguhnya tidak sehebat itu, bukankah
karena yang berkuasa didunia ini adalah orang-orang Eropa (barat) yang dengan
subyektif menetapkan orang Eropa sebagai yang paling hebat. Sebenarnya yang
berhak disebut the Great adalah raja Koresh karena ia dengan susah payah
menaklukkan wilayah luas dari Turki (bahkan penerusnya Darius I sampai ke
Eropa) di barat sampai ke India di timur. Alexander the Great tinggal menerima
enaknya saja dengan mengalahkan satu raja Persia (Darius III) pada 330 SM maka
ia menguasai semua provinsi milik Persia!!! (wilayah Mesir telah ditaklukkan
Persia tahun 525 SM, Baylon (‘Iraq) pada 539 SM!!)
[7] Seperti diketahui fokus lokasi para nabi adalah
sekitar timur tengah. Adalah logis menetapkan Dzulqarnain sebagai orang Persia
yang dekat jazirah Arab daripada negeri Makedonia nya Alexander the Great di
Eropa!!
[8] Bisa jadi kata-kata Arab suku Quraisy diambil dari
nama raja Persia Koresh yang memang “the Great”, ”Agung”, “Magnus” dalam arti
sebenarnya yang dekat dengan wilayah Arab. Bukankah nama aslinya Fihr bergelar
“Quraisy”. Sebagai penganut monotheisme, tidak ada lambang/patung atau gambaran
berhala/dewa-dewa dalam makamnya yang polos dan sederhana –untuk ukuran seorang
raja besar dalam sejarah.