“Khalid Bin Walid Membunuh
Malik Bin Nuwairah Pengumpul Zakat Nabi Saw Hanya Karena Ingin Memperkosa
Isteri Malik Yang Cantik Jelita Bernama Ummu Tamim”. Khalid bin Walid merupakan
orang kesayangan Abu Bakar, dan karena itulah Abu Bakar tidak menghukumnya
mesti Khalid bin Walid telah melakukan banyak kejahatan dan pembunuhan terhadap
sesama kaum muslimin.
Ibnu Hisyam, Sirah, jilid
2, hlm. 283; Bacalah Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4, hlm. 53-57; Ibnu Sa’d, Thabaqat,
hlm. 659, Bukhari dalam Kitab al-Maghazi, bab pengiriman Khalid ke Banu
Jadzimah, Tarikh Abu’l-Fida’, jilid 1, hlm. 145, UsduI-Ghabah jilid 3, hlm.
102; al-Ishabah, jilid 1, hlm. 318; jilid 2, hlm. 81
‘Rasul mengirim pasukan ke
daerah sekitar Makkah untuk mengajak mereka ke dalam Islam: beliau tidak
memerintahkan mereka untuk bertempur. Di antara yang dikirim adalah Khalid bin
Walid yang diperintahkannya ke kawasan datar sekitar perbukitan Makkah sebagai
misionaris; ia tidak memerintahkan mereka bertempur’.
Mulanya klan Jadzimah,
penghuni wilayah itu ragu, tetapi Khalid mengatakan: ‘Letakkan senjata kerana
setiap orang telah menerima Islam’. Ada pertukaran kata karena curiga akan
Khalid, tetapi seorang anggota suku itu berkata: ‘Apakah engkau akan menumpahkan
darah kami? Semua telah memeluk Islam dan meletakkan senjata. Perang telah usai
dan semua orang aman’.
Begitu mereka meletakkan
senjata, Khalid memerintahkan tangan mereka diikat ke belakang dan memancung
leher mereka dengan pedangnya sampai sejumlah orang mati. Ketika berita ini
sampai kepada Rasul, beliau menyuruh Ali karramallahu wajhah ke sana dan
menyelidiki hal itu dan ‘memerintahkan agar menghapus semua praktek jahiliah’.
Ali berangkat membawa uang,
yang dipinjam Rasul dari beberapa saudagar Makkah untuk membayar tebusan darah
dan kerugian lain, termasuk sebuah wadah makan anjing yang rusak. Ketika semua
lunas dan masih ada uang sisa, Ali menanyakan apakah masih ada yang belum
dihitung; mereka menjawab tidak. Ali memberikan semua sisa uang sebagai hadiah,
atas nama Rasul.
Ketika Ali kembali
melapor, Rasul yang sedang berada di Ka’bah, menghadap Kiblat dan menadahkan
tangannya tinggi ke atas sampai ketiaknya tampak, seraya berseru: ‘Ya Allah!
Saya tak bersalah atas apa yang dilakukan Khalid’, sampai tiga kali.
Abdurrahman bin ‘Auf mengatakan kepada Khalid: ‘engkau telah melakukan perbuatan
jahiliah di dalam Islam’ (Ibn Hajar, al-Isabah, III, hlm.336).
Demikian juga pendirian
Umar terhadap Khalid bin al-Walid mengenai jenayahnya yang besar terhadap Malik
bin Nuwairah, isterinya dan kaumnya. Umar bin Khattab dan Ali meminta Khalifah
Abu Bakar supaya mengenakan hukum hudud ke atas Khalid bin al-Walid karena
memperkosa isteri Malik bin Nuwairah . Tetapi Abu Bakar enggan berbuat demikian.
Lalu di dalam Al-Ashabah,
jilid 2, hlm. 209; Ibnu ‘Asakir, Tarikh, jilid 5, hlm. 30; Khazanah al-Adab
jilid 2, hlm. 8: Khalid al-Walid dan asistennya Dhirar bin Azwar setelah jadi
Muslim tetap minum minuman keras, syarib al-khumur, berzina dan membuat
maksiat, shahib al-fujur. Ibid (rujukan seperti di atas):
Orang mengetahui dendam
Khalid pada keluarga Banu Jadzimah sebelum Islam. Terlihat jelas bahwa dendam
pribadi di kalangan kaum Quraisy sangat kuat dan berlangsung lama seperti
sering dikatakan Umar bin Khaththab.
Perintah Rasul Allah
kepada Ali untuk menyelesaikan masalah Banu Jadzimah agaknya membekas pada
Khalid bin Walid. Tatkala ia berada di bawah komando Ali berperang melawan Bani
Zubaidah di Yaman, ia mengirim surat kepada Rasul Allah melalui Buraidah, yang
mengadukan tindakan Ali mengambil seorang tawanan untuk dirinya sendiri. Wajah
Rasul berubah kerana marah dan Buraidah memohon maaf kepad Rasul dan menyatakan
bahwa ia hanya menjalankan tugas. Rasul Allah lalu bersabda:
“Janganlah kamu mencela
Ali, sebab dia adalah bagian dari diriku dan aku pun adalah bagian dari
dirinya. Dan dia adalah wali, pemimpin, setelah aku”. Lalu beliau mengulangi
lagi: “Dia adalah hagian dari diriku dan aku pun adalah bagian dari dirinya.
Dan dia adalah wali, pemimpin, setelah aku” (Silahkan lihat juga: Hadits ini berasal
dari ‘Abdullah bin Buraidah. Lihat Imam Ahmad, Musnad, jilid 5, hlm. 347). Nasa’i,
al-Khasha’ish al-’Alawiyah’ hlm. 17. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu
Jarir, Thabrani dan lain-lain.
Dalam versi yang sedikit
berbeda Nasa’i meriwayatkan bahwa Rasul Allah bersabda: “Hai Buraidah, jangan
kamu coba mempengaruhiku membenci Ali, kerana Ali adalah sama denganku dan aku
sama dengan Ali. Dan dia adalah walimu sesudahku” (Thabari, Tarikh, jilid 3,
hlm. 254; Tarikh al-Khamis, jilid 3, hlm. 343).
Tatkala Abu Bakar
mengingatkan akan kebiasaannya (Khalid al-Walid), ‘main perempuan’ dan dosanya
membunuh 1100 (seribu seratus) kaum Muslimin secara berdarah dingin, ia hanya
bersungut dan mengatakan bahwa Umarlah yang menulis surat itu’. Lihat Tafsir
al-Qurthubi jilid 14, hlm. 228; Faidh al-Qadir, jilid,4, hlm. 290; Tafsir Ibnu
Katsir, jilid 3, hlm. 506; Tafsir Baqawi jilid 5, hlm. 225; Ibn Abil Hadid,
Syarh Nahju’l-Balaghah, jilid 1, hlm. 185, 186, jilid 12, hlm. 259 dan
lain-lain .
Khalid bin Walid membunuh
Malik bin Nuwairah pengumpul zakat Nabi Saw hanya karena ingin memperkosa
isteri Malik yang cantik jelita bernama UMMU TAMiM. Cerita ini diangkat
berdasarkan apa yang dicatat oleh Tabari dalam Tarikhnya ketika Umar berkata
keras kepada Khalid :”Kamu telah membunuh seorang Muslim kemudian kamu
memperkosa isterinya. Demi Allah aku akan merajam kamu dengan batu”[Al-Tabari,Tarikh
,IV, hlm.1928]. Kata-kata Umar ini cukup membuktikan bahwa Malik bin Nuwairah
adalah seorang Muslim dan Khalid telah menzinai (memperkosa) isteri Malik
setelah membunuh suaminya terlebih dahulu. Jika tidak kenapa Umar berkata:”Demi
Allah aku akan merajam kamu dengan batu.”
Dan juga tercatat dalam
al-Isabah bahwa Khalifah Abu Bakar tidak mengenakan hukum hudud ke atas Khalid
bin al-Walid yang telah membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Imam
Ali as menuntut supaya Khalid dihukum rajam [Ibn Hajr, al-Isabah , III,
hlm.336]. Umar memahami bahwa isteri Malik bin Nuwairah tidak boleh dijadikan
hamba (budak). Oleh karena itu pembunuhan atas Malik bin Nuwairah dan kaumnya
tidak patut dilakukan karena mereka adalah Muslim.
Keengganan mereka membayar
zakat kepada Abu Bakar tidak boleh menjadi hujjah terhadap kemurtadan mereka.
Alasan pembunuhan ke atas mereka disebabkan salah paham mengenai perkataan
‘idfi’u, yang menurut suku Kinanah berarti “bunuh” dan dalam bahasa Arab biasa
ia berarti “panaskan mereka dengan pakaian” dan tidak menghalalkan darah mereka
oleh para pembela fanatik tidak dapat diterima karena jika tidak mengerti sepatutnya
mereka merujuk perkara itu kepada Khalid untuk mengetahui maksud yang
sebenarnya.
Mereka membunuh Malik dan
kaumnya dengan licik dan Malik sendiri telah dibunuh oleh Dhirar yang bukan
dari suku Kinanah. Dan Dhirar pasti memahami bahwa perkataaan idfi’u bukanlah
perkataan untuk mengharuskan pembunuhan, namun ia tetap membunuh Malik. Karena
itu alasan kekeliruan yang terjadi dalam pembunuhan tersebut tidak bisa
dijadikan hujjah dalam perbuatan jahat Khalid, apalagi perkosaannya terhadap
isteri Malik bin Nuwairah setelah membunuh suaminya.
Dengan itu tidak heranlah
jika Imam Ali as dan Umar meminta Khalifah Abu Bakar supaya merajam Khalid,
tetapi Abu Bakar segan melakukannya malah memberinya gelar ”Pedang Allah yang Terhunus”.
Jika tidak membayar zakat djadikan alasan serangan dan pembunuhan, tidakkah
Nabi Saw sendiri tidak memerangi sahabatnya Tha’labah yang enggan membayar
zakat kepada beliau Saw, dan Allah SWT telah menurunkan peristiwa ini di dalam
Surah al-Taubah(9):75-77.
Semua ahli tafsir Sunni menyatakan
bahwa ayat itu diturunkan mengenai Tha’labah yang enggan membayar zakat karena
beranggapan bahwa itu adalah jizyah bukan zakat. Maka Allah Swt menjelaskan
hakikatnya. Dan Nabi Saww tidak memeranginya dan tidak pula merampas hartanya
sedangkan beliau Saw mampu melakukannya. Adapun Malik bin Nuwairah dan kaumnya
bukanlah mengingkari zakat sebagai satu fardhu agama. Tetapi apa yang mereka
ingkar adalah penguasaan Abu Bakar atas jabatan khalifah selepas Rasulullah Saw
dengan menggunakan kekuatan dan paksaan. Dan mereka pula benar-benar mengetahui
tentang hadis al-Ghadir (di mana wahyu al Qur’an dan khutbah Rasulullah saat
Haji Wada’ telah menetapkan Imam Ali as sebagai pengganti dan penerus
Rasulullah jika Rasulullah wafat).
Oleh karena itu tidak
heranlah jika Abu Bakar terus mempertahankan Khalid tanpa memperhitungkan
perbuatan jahat yang dilakukannya terhadap Muslimin karena Khalid telah
melakukan sesuatu untuk kepentingan politik dan dirinya. Malah itulah
perintahnya di bawah operasi “tidak membayar zakat dan murtad” sekalipun itu
bertentangan dengan Sunah Nabi Saww .
Mengapa saudara-saudara
keberatan bila seorang muslim yang salih, yang tidak mencuri, tidak berzina,
tidak membunuh orang yang tidak berdosa, yang menjalankan perintah Allah dan
menjauhi laranganNya disebut terjaga dari dosa? Apakah saudara-saudara menganut
paham dosa warisan atau ‘original sin’? . Apalagi Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan (segala) kenistaan dari
padamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS. Al-Ahzab:
33) .
Yang dimaksud Al-Qur’an itu
adalah Imam ‘Ali, Fathimah, Imam Hasan dan Imam Husain. Aneh sekali ketika kaum
Sunni percaya bahwa semua sahabat adil, dan semua tindakan mereka adalah
ijtihad. Dan tindakan mereka mendapat pahala termasuk diantaranya sahabat yang
melaksanakan pembunuhan berdarah dingin, pezinah, pemabuk, pembohong, pembakar
orang hidup-hidup atau memerangi Imam zamannya dan perbuatan-perbuatan yang
tidak terlukiskan dengan kata-kata .
Ada juga kisah Khalid bin Walid
yang memenggal kepala Malik bin Nuwairah dan memperkosa istri Malik yang cantik
malam itu juga. Ia menggunakan kepala Malik sebagai tungku . dan ini adalah catatan
sejarawan Sunni! Umar bin Khattab menyebut Khalid bin Walid sebagai pembunuh
dan pezinah yang harus dirajam. Abu Bakar menyatakan bahwa Khalid hanya sekedar
salah ijtihad, dan menamakannya ‘Syaifullah’ atau pedang Allah. “Aku tidak akan
menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi musuh-musuhNya”. Kata
Abu Bakar .
Khalid pula yang membakar
Bani Salim hidup-hidup di zaman Abu Bakar. Umar mengingatkan Abu Bakar, dengan
membawa hadits Rasulullah SAWW bahwa tidak boleh menghukum dengan hukuman yang
hanya Allah boleh melakukannya. Dan Abu Bakar mengatakan, seperti diatas “Aku
tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah untuk memerangi
musuh-musuhNya.”
Banyak pula ulah Khalid
yang lain, yang oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf dikatakan sebagai perbuatan
jahiliyah, yaitu tatkala ia membunuh Bani Jazimah secara berdarah dingin . Baca
buku-buku yang berada dalam lemari saudara-saudara. Sekali lagi, tuduhan ini
disampaikan oleh Umar bin Khattab, Ibnu Umar dan Abu Darda’.
Kedua sahabat terakhir
ini, ikut dalam pasukan Khalid dan membuat penyaksian. Peristiwa inilah yang
melahirkan adagium di kemudian hari bahwa semua sahabat itu adil dan tiap
tindakan mereka merupakan ijtihad dan kalau benar mereka dapat dua pahala,
kalau salah satu pahala . Pantaslah kalau Mu’awiyah yang meracuni Imam Hasan,
cucu Rasulullah, atau ‘Abdullah bin Zubair yang hendak membakar Ahlul Bait di
gua ‘Arim atau Yazid bin Muawwiyah yang membantai cucu Rasulullah, Imam Husain
dan keluarganya di Karbala, mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan ‘sunnah’
atau contoh para sahabat sebelumnya.
Umar memecat Khalid bin
Walid –yang oleh sejarawan disebut sebagai shahibul khumur, pemabuk– tatkala
Umar menggantikan Abu Bakar dikemudian hari. Apakah orang Syi’ah harus
mengangkat mereka sebagai Imam? Sebab memiliki Imam, wajib hukumnya? Bukankah
Rasulullah SAWW bersabda: “Barangsiapa tidak mengenal Imam zamannya, ia mati
dalam keadaan jahiliyah”? Dan hadits yang mengatakan bahwa sepeninggal
Rasulullah SAWW ada 12 Imam. Bacalah hadits-hadits shahih enam seperti Bukhari
dan Muslim!
Mengkritik akidah mazhab
lain tidak boleh berdasarkan prasangka dan sinisme. Hormatilah akidah mereka.
Benarlah kata orang, “Jangan melempar rumah
orang lain bila rumahmu terbuat dari kaca.” Bacalah buku sejarah. Bukan
‘asal ngomonng’. Bukan zamannya lagi berbohong dengan ayat-ayat dan hadits,
sebab umat sekarang sudah banyak yang pandai. Ahli-ahli sejarah kita dengan
gamblang menggambarkan ulah beberapa sahabat tersebut.